Kamis, 26 November 2015

Artikel Ilmiah

Kekhasanan Dialek Tegal, Kudus, dan Surakarta sebagai Penganekaragaman Dialek antar Mahasiswa
Oleh : Susilawati (2601414010)

Latar Belakang
            Jawa Tengah merupakan bagian pulau Jawa yang wilayahnya dibagi-bagi lagi menjadi kota-kota besar dan kabupaten. Wilayah-wilayah yang menyebar itu menjadikan Jawa Tengah memiliki beraneka ragam gaya bahasa atau yang biasa disebut dialek, seperti dialek banyumas, dialek tegal, dialek surakarta, dialek jogja, dan lain sebagainya. Sebagai masyarakat sosial, pastilah tidak lepas berkomunikasi dengan banyak orang, komunikasi yang terjalin seringkali terhambat oleh pemahaman bahasa yang kurang, terutama perihal dialek. Ketika masyarakat dari wilayah Jawa Tengah bagian Barat, seperti Tegal, Banyumas, Brebes, Purbalingga berkomunikasi dengan masyarakat bagian timur, seperti Solo, Semarang, dan Yogya maka komunikasi antar masyarakat itu tidak akan berjalan dengan baik dikarenakan mereka memiliki dialek yang berbeda-beda dan cara berbicara yang berbeda pula. Dengan demikian perlu adanya keinginan untuk saling mempelajari dialek antar daerah untuk dapat memahami maksud perkataan lawan bicara, juga hal ini sebagai penganekaragaman dialek setiap masyarakat, karena Indonesia juga merupakan Negara dengan banyak keanekaragaman budaya.
            Sebagai mahasiswa yang menuntut ilmu di daerah lain, pastilah bertemu dengan teman-teman dari daerah lain pula, sehingga pasti ada penganekaragaman dialek karena tidak mungkin mahasiswa akan berkomunikasi dengan mahasiswa lain daerah menggunakan dialek dari wilayahnya, karena lawan bicara tidak akan paham. Perlahan mahasiswa akan belajar memahami dialek-dialek dari teman-teman yang berasal dari wilayah yang berbeda sehingga terjadilah penganekaragaman dialek.

Rumusan Masalah
            Dialek bahasa dalam wilayah Jawa Tengah memang beragam, dan  ketika saling berkomunikasi maka akan sulit memahami maksud pembicaraan jika tidak mengetahui dialek lawan bicara, karena fonemnya pun berbeda. Dialek-dialek yang ada memiliki keunikan masing-masing yang terdkadang akan membuat pendengarnya merasa aneh, namun juga membuat orang lain tertarik, lalu bagaimana cara menganekaragamkan dialek terutama pada kalangan mahasiswa khususnya di Semarang yang diantaranya terdiri dari mahasiswa wilayah Tegal, Kudus, dan Surakarta yang jelas sangat berbeda dialeknya?

Tujuan
            Tujuan dari karya ini sendiri adalah untuk mengungkap keunikan ragam dialek Tegal, Kudus, dan Surakarta yang bertolak belakang. Keunikan yang telah ada maka akan membantu menganekaragamkan dialek-dialek para mahasiswa agar tidak sulit dalam berkomunikasi dan menambah pengetahuan akan dialek-dialek yang ada di sekitar mereka sehingga mereka tidak kesulitan menangkap makna kata yang diucapkan oleh lawan bicara.

PEMBAHASAN

Fonem
            Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil di dalam kata yang berfungsi membedakan bentuk dan makna. Jadi, fonem sendiri tidak mempunyai makna. Yang mempunyai makna ialah kata yang memang berunsurkan fonem-fonem. Fonem ditulis diantara tanda /.../, sedangkan bunyi seperti yang terlihat pada contoh-contoh di atas ditulis di antara tanda [...]. contoh fonem terdapat pada pasangan kata bahasa Jawa pala dan bala. Kedua kata itu mempunyai makna yang berbedakarena adanya perbedaan bunyi pad awal kata, yaitu bunyi [p] dengan [b]. Kata pertama berarti buah ‘pala’, sedangkan kata kedua berarti ‘teman’. Karena berfungsi membedakan makna, kedua bunyi itu merupakan fonem yang berbeda dan masing-masing ditulis sebagai /p/ dan /b/. Menurut jenisnya, fonem dapat dibagi menjadi dua, yaitu fonem segmental dan fonem suorasegmental. Fonem segmental adalah fonem yang dapat disegmen-segmen atau dipisah-pisahkan. Misalnya, kata pasar dan kacang di dalam bahasa Jawa atau Indonesia. Kedua kata itu terdiri atas lima segmen fonem, yaitu /p/a/s/a/r/ dan /k/a/c/a/ŋ/. Berlawanan dengan fonem segmental, fonem suprasegmental merupakan fonem yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Kehadirannya bersifat menyertai fonem segmental. Contoh fonem suprasegmental ialah intonasi, nada, jeda atau persendian, dan tekanan atau aksen yang membedakan makna. Contoh intonasi yang membedakan makna terdapat di dalam intonasi kalimat berita yang berbeda dengan kalimat tanya dan perintah. (Wedhawati, dkk 2005: 62—63)

Dialek
            Menurut  Poedjosoedarmo  (1978:  7)  dialek  adalah  variasi  sebuah  bahasa yang  adanya ditentukan  oleh  sebuah  latar  belakang  asal  si  penutur. Menurut Poedjosoedarmo (1979: 23) Jenis  dialek  dibedakan menjadi tiga macam yaitu dialek geografis, dialek sosial, dan dialek usia.
a. Dialek geografis
Dialek  geografis  yaitu  tempat  asal  daerah  si  penutur  seperti  dalam  bahasa
Jawa misalnya terdapat dialek Jogja, Solo, Bagelen, dan Banyumasan.
Contohnya:
Pada daerah Tegal menggunakan dialek bahasa ngapak.
X: ”rika pan ning endi?
( “kamu mau kemana ?” )
Y: “enyong pan ning kampus”.
( “aku mau ke kampus”.)
b. Dialek Sosial
Dialek  sosial  adalah  latar  belakang  tingkat  sosial  dari  mana  seseorang penutur  berasal.  Dialek  ini  dibedakan menjadi  dialek  sosial  tingkat  tinggi, menengah,  dan  merendah.  Bahasa  yang  digunakan  dalam  berkomunikasi  pada masing-masing  tingkatan  berbeda,  bahasa  yang  digunakan  tingkat  sosial  tinggi biasanya  menggunakan  bahasa  yang  halus  (krama  alus),  “Panjenengan  menika rawuh  pukul  pinten  mbakyu? (kamu  datang  jam  berapa  mbak?).  Tingkatan menengah  menggunkan  bahasa  “krama”, “sampeyan  tindak  mriki  jam  pinten mbakyu?”(kamu  datang  kesini  jam  berapa  mbak?).  Tingkatan  merendah mengunaan  bahasa  “ngoko”,  “kowe  mrene  iki  jam  pira  mbakyu?”(kamu  kesini jam berapa mbak?. Bahasa yang digunakan pada masing-masing terlihat berbeda karena  tingkatan  sosialnya.  Bahasa  tingkatan  atas  berbeda  dengan  tingkatan menengah ataupun tingkatan merendah.
c. Dialek Usia
Dialek  usia  adalah  varian  bahasa  yang  ditandai  oleh  latar  belakang  umur penuturnya. Dengan demikian dapat dibedakan menjadi tiga macam dialek usia, yaitu dialek anak, dialek (kaum) muda, dialek (kaum) tua. Sebagai ciri penanda dialek  usia  yang  paling  menonjol  adalah  pemilihan  kata-kata  atau  kosakata.
Contohnya:
Anak: “Bu, adek pengen pipis”
(Bu, adek mau pipis)
Kata “pipis” sering digunakan oleh anak-anak jika akan kencing, sedangkan ketika  sudah  dewasa  dia  tidak  akan  menggunakan  kata  “pipis”  tetapi menggantinya  dengan  kata  “mau  ke  belakang”  atau  “mau  ke  WC”.  Begitu  juga dengan (kaum) tua tidak akan menggunakan kata “pipis” apabila akan kencing. Kata pipis sudah menjadi kata yang khas digunakan oleh anak-anak.

Sosiolinguistik
            Sosiolinguistik  bersasal  dari  kata  “sosio”  dan  “  linguistic”.  Sosio  sama  dengan kata sosial yaitu berhubungan dengan masyarakat. Linguistik adalah ilmu  yang mempelajari dan membicarakan bahasa khususnya unsur-  unsur bahasa dan  antara  unsur-  unsur  itu.Jadi,  sosiolinguistik  adalah  kajian  yang  menyusun  teoriteori  tentang  hubungan  masyarakat  dengan  bahasa.  Berdasarkan  pengertian  sebelumnya,  sosiolinguistik  juga  mempelajari  dan  membahas  aspek  –aspek  kemasyarakatan  bahasa  khususnya  perbedaan-  perbedaan  yang  terdapat  dalam  bahasa yang berkaitan dengan faktor-  faktor kemasyarakatan ( Nababan 1993:2).
            Sosiolinguistik  merupakan  ilmu  antardisiplin  antara  sosiologi  dengan linguistik,  dua  bidang  ilmu  empiris  yang  mempunyai  kaitan  erat.  Sosiologi merupakan  kajian  yang  objektif  dan  ilmiah  mengenai  manusia  di  dalam masyarakat, lembaga-  lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Sosiologi  berusaha  mengetahui  bagaimana  masyarakat  itu  terjadi,  berlangsung, dan  tetap  ada.  Dengan  mempelajari  lembaga-  lembaga,  proses  social  dan  segala masalah  social  di  dalam  masyarakat,  akan  diketahui  cara-  cara  manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bagaimana mereka bersosialisasi, dan menempatkan  diri  dalam  tempatnya  masing-  masing  di  dalam  masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari tentang bahasa, atau ilmu  yang  mengambil  bahasa  sebagai  objek  kajiannya.  Dengan  demikian  dapat dikatakan  bahwa  sosiolinguistik  adalah  bidang  ilmu  antardisipliner  yang mempelajari  bahasa  dalam  kaitannya  dengan  penggunaan  bahasa  itu  dalam masyarakat (Chaer dan  Agustina 2003: 2).

Kekhasan dialek Tegal, Kudus, dan Surakarta
            Dialek Tegal merupakan dialek yang terkenal dengan “ngapak”, yaitu ciri khas orang Tegal yang ketika berbicara dengan tekanan yang keras dan intonasi yang tinggi, sehingga terkadang bagi orang yang baru mendengarnya maka mereka mengira bahwa orang itu sedang marah-marah. Lain dari tekanan yang keras dan intonasi yang tinggi, fonem dialek Tegal sangat berbeda dengan dialek Kudus dan Surakarta. Pada fonem vokal, dialek Tegal menggunakan vokal “a”, sehingga orang Tegal bisa dikatakan sebagai orang yang jujur dalam hal fonem karena bertutur sesuai dengan tulisan, sedangkan dialek Kudus dan Surakarta menggunakan vokal “o”, tidak sesiau dengan tulisan. Bagi mahasiswa antara mahasiswa dari Tegal, Kudus, dan Surakarta akan sulit untuk saling berkomunikasi karena penggunaan vonem yang berbeda sehingga maknanya pun tidak dipahami. Vonem konsonan antara dialek Tegal, Kudus, dan Surakarta pun berbeda sehingga banyak kata-kata yang sebenarnya sama maknanya namun berbeda cara pengucapannya, apalagi dialek orang Kudus yang menggunakan kata “nem” untuk menyebutkan “milikmu”. Berikut ini adalah contoh-contoh keunikan fonem pada dialek Tegal, Kudus, dan Surakarta :
Keunikan fonem vokal
Dialek Tegal
Dialek Kudus
Dialek Surakarta
Arti dalam Bahasa Indonesia
Apa
Opo
Opo
Apa
Sega
Sego
Sego
Nasi
Adus
AdUs
AdUs
Mandi
Pitik
PitI?
PitI?
Anak ayam
Gawa
Gowo
Gowo
Membawa
Bisa
Biso
Biso
Bisa
Kanca
Konco
Konco
Teman

Keunikan fonem konsonan
Dialek Tegal
Dialek Kudus
Dialek Surakarta
Arti dalam Bahasa Indonesia
Wareg
Warek
Warek
Kenyang
Murub
Murup
Murup
Menyala
Arab
Arap
Arap
Arab

Penganekaragaman Dialek pada Mahasiswa Tegal, Kudus, dan Surakarta
            Bagi mahasiswa yang sudah terbiasa berkomunikasi dengan mahasiswa lain yang berbeda wilayah maka sedikit demi sedikit akan tahu semua yang dibicarakan oleh lawan bicara karena sudah sering berkomunikasi bersama, bahkan mereka tertarik untuk berbicara dengan dialek lawan bicaranya. Contohnya saja pada rombel satu jurusan Bahasa dan Sastra Jawa di Universitas Negeri Semarang, yang terdapat lima orang dari wilayah Tegal, dua orang dari Kudus, dan satu dari Surakarta.  Pertama berkomunikasi memang sulit untuk mengetahui maksud pembicaraan antara delapan orang tersebut, namun lama-lama akhirnya mengerti juga maksudnya, dan ada yang ikut memakai dialek temannya. Mahasiswa yang berasal dari Surakarta ikut menggunakan dialek Tegal, karena sering berkomunikasi dengan mahasiswa yang berasal dari Tegal, begitu pun mahasiswa yang berasal dari Tegal, ikut juga menggunakan dialek dari Surakarta, begitu pun dengan mahasiswa asal Kudus yang juga terkadang bergurau ikut menggunakan dialek Tegal. Hal ini untuk saling menghormati antar wilayah, namun dialek Kudus dan Surakarta hampir sama, hanya ada perbedaan sedikit, yaitu pada penggunaan pronomina, contohnya, orang Kudus mengatakan “bukunem” yang berarti “bukumu”, namun pada dialek Surakarta akan mengatakan “bukumu”, dan dari dialek Tegal akan mengatakan “bukune kowen”. Hal ini menganekaragamkan dialek mahasiswa, yang awalnya karena saling ingin tahu, ketika didengar terasa lucu dan aneh dan akhirnya tertarik sehingga terjadilah penganekaragaman dialek.
                                                       
Contoh dialek Tegal, Kudus, dan Surakarta
Percakapan dengan dialek Tegal :
A : “Koen lagi apa donge?”
B : “ Lagi ngenteni angkot kye koh ora teka-teka”
A : “ Pan mendi sih?”
B : ‘ Pan tuku gandul nang pasar”
A : “ Oh, yawis sing ati-ati, bokan dibegal”
B : “ Iya kang”

Percakapan dengan dialek Kudus :
A : “ Kowe lagi opo toh?”
B : “ Iki ijih ngenteni angkut kok ora teka-teka”
A : “ Meh ngendi?”
B : “ Arep tuku kates neng pasar”
A : “ Owalah, yo wes sing ati-ati, bokmenawa ono sing mbegal”
B : “ Iyo mas”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar