ANALISIS
CERKAK
MENGGUNAKAN
TEORI STRUKTURALSME, SEMIOTIKA DAN FEMINISME
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Mata Kuliah Teori Sastra
Disusun
Oleh:
Susilawati 2601414010
Rombel
1
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG 2014
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Dalam kehidupan
sehari-hari kita pastilah berhubungan dengan bahasa karena tanpa bahasa maka
kita tidak dapat berkomunikasi. Dalam berbahasa pun tentunya memerlukan teori
karena tanpa teori maka bahasa yang digunakan tidakk dapat dipahami. Begitu pun
dengan mahasiswa yang mengampu jurusan bahasa memerlukan teori-teori tentang
bahasa guna memperdalam pengetahuan tentang bahasa dan menyesuaikan dengan
kurikulum perkuliahan. Bagi mahasiswa yang mengampu jurusan bahasa pastinya
banyak mempelajari karya sastra yang memerlukan kajian menggunakan teori
sastra.
Bagi mahasiswa yang
berjurusan bahasa, terutama bahasa Jawa memerlukan karya sastra yeng
menggunakan bahasa Jawa, sesuai dengan jurusan yang diampu. Dalam mempelajari
karya sastra perlu dikaji isi karya sastra tersebut menggunakan teori agar
mahasiswa tidak hanya mengetahui karya sastra tanpa mengetahui asal-usulnya.
Sebagai mahasiswa
jurusan bahasa Jawa yang akan menempuh akhir semester maka perlu diberi tugas
sebagai pengujian sejauh mana mahasiswa dapat menangkap materi yang disampaikan
olehdosen pengampu mata kuliah, khususnya dalam hal ini mata kuliah teori
sastra. Untuk memenuhi tugas ujian akhir semester maka mahasiswa diberi tugas
berupa menganalisis cerkak bahasa Jawa menggunakan teori strukturalisme,
semiotika, dan feminisme guna mengukur sejauh mana pengetahuan siswa tentang
penerapan teori strukturalisme, Semiotika, dan feminisme dalam hubungannya
dengan cerkak dan kehidupan sehari-hari.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
1.2.1
Bagaimana analisis cerkak Kenya Fotocopy menggunakan teori
struktualisme?
1.2.2
Bagaimana analisis cerkak Lelakon Jroning Impen menggukan teori semiotika?
1.2.3
Bagaimana analisis cerkak Minggat dengan menggunakan teori
feminisme?
1.3 LANDASAN
TEORI
1.3.1
TEORI SEMIOTIK
Secara
definitif, menurut Paul Cobley dan Litza Janz (2002:4) semiotika berasal dari
kata seme, bhasa Yunani, yang berarti penafsir tanda. Literatur lain
menjelaskan bahwa semiotika berasal dari kata semeion, yang berarti tanda.
Dalam pengertian yang lebih luas, sebagai teori, semiotika berarti studi
sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya,
apa manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Dalam
Cours de linguistique Generale yang diterbitka oleh murid-murid De Saussure
(1916) setelah De Saussure meninggal, diuraikan panjang lebar bahwa bahasa
adalah system tanda; dan tanda merupakan kesatuan antara dua aspek yang tak
terpisahkan satu sama lain : significant (penanda) dan signifie (petanda).
Signifiant adalah aspek formal atau bunyi pada tanda itu, padahal signifie
adalah aspek kemaknaan atau konseptual. Tetapi significant tidak identik bunyi
dan signifie bukanlah denotatum, jadi hal atau benda dalam kenyataan yang diacu
oleh tanda itu. Secara konkrit tanda burung tidak sama dengan bunyi fisik dan
tidak pula dengan binatang dalam kenyataan. Dapat dikatakan bahwa aspek
tandanya dilaksanakan lewat bentuk bunyi fisik, sedangkan sebagai tanda kata burung dapat dipakai untuk mengacu pada
sesuatu dalam kenyataan. Tanda memang terdiri dari aspek formal dan konseptual
yang merupakan dwitunggal, tetapi kedua aspek itu mempunyai status mandiri
terhadap bunyi nyata dan benda atau gejala dalam kenyataan. Fungsinya sebagai
tanda berdasarkan dalam kovensi sosial.
1.3.2 TEORI FEMINISME
Nancy F. Cott,
sebagaimana dikutip dari judul skripsi Purwaningtyas Permata Sari
menyebutkan bahwa feminisme mengandung tiga komponen penting:
Pertama, suatu keyakinan
bahwa tidak ada perbedaan hak berdasarkan seks (sex equality), yakni
menentang adanya posisi hierarkis di antara jenis kelamin. Persamaan bukan
hanya kauntitas, tetapi mencakup kualitas. Posisi relasi hierarkis menghasilkan
posisi superior dan inferior. Di sini terjadi kontrol dari kelompok superior
terhadap inferior.
Kedua, suatu pengakuan
bahwa dalam masyarakat telah terjadi konstruksi sosial yang merugiakn
perempuan. Relasi laki-laki dan perempuan yang ada sekarang merupakan hasil
konstruksi sosial, bukan ditentukan oleh nurture (kodrat ilahi)
Ketiga, Berkaitan dengan
komponen kedua, yakni adanya identitas peran gender. Feminisme menggugat
perbedaan yan gmencampuradukkan seks dan gender, sehingga perempuan dijadikan
kelompok tersendiri dalam masyarakat.
1.3.3
TEORI
STRUKTURALISME
Menurut Abrams
( Semi, 1985 : 13 ) teori struktural adalah bentuk pendekatan yang objektif
karena pandangan atau pendekatan ini memandang karya sastra sebagai suatu yang
mandiri. Ia harus dilihat sebagai objek yang berdiri sendiri, yang memiliki
dunia sendiri, oleh sebab itu kritik yang dilakukan atas suatu karya sastra
merupakan kajian intrinsik semata. Teori struktural memandang teks sastra
sebagai satu struktur dan antarunsurnya merupakan satu kesatuan yang utuh,
terdiri dari unsur-unsur yang saling terkait, yang membangun satu kesatuan yang
lengkap dan bermakna. Abrams menambahkan bahwa suatu karya sastra menurut kaum
strukturalisme merupakan suatu totalitas yang dibangun secara koherensif oleh
berbagai unsur pembangunnya. Di suatu pihak struktur karya sastra dapat
diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagiannya
yang menjadi komponennya secara bersama-sama membentuk kebulatan yang indah (
Sumiwati, 1997 : 7 ). Sependapat dengan hal itu Teeuw mengungkapkan bahwa
bagaimanapun analisis struktural merupakan tugas prioritas bagi seorang
peneliti sastra sebelum dia melangkah kepada hal-hal lain.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Analisis
Cerkak “Kenya Fotocopy” karya Suryadi Ws Menggunakan Teori Strukturalisme
1. Tema
: Percintaan
2. Tokoh
dan Penokohan :
1. Aku, memilki watak mudah jatuh cinta,
yaitu saat tokoh aku jatuh cinta pada Yanti karena sering sekli berjumpa dengan
Yanti saat akan fotocopy, yang mana terdapat pada kutipan: Kandhane wong kuna : “witing tresna jalaran saka kulina” ngono kae
jebul cocog. Comtone, srawungku karo Yanti sing nunggu fotocopy ing Trucuk.
Apese saminggu sapisan aku foto copy mrono. Ora krasa jebul atiku thukul rasa
piye ngono. Cocog tenan : “witing tresna jalaran saka kulina”, condhonging ati
jalaran kerep fotocopy. Tokoh Aku juga memiliki watak tidak percaya diri,
yaitu ketika ragu apakahYanti akan menerimanya dengan wajahnya yang tidak
tampan, terdapat pada kuipan : weruh
wayngku ing jero kaca, aku dadi ragu-ragu dhewe. Dak sawang-sawang, dhapurku ki
jebul elek banget. Mangka sing jeneng Yanti si kenya fotocopy iku ayune jan
uleng-ulengan. Wong elek kaya aku ngene iki apa bakal ditanggapi?. Setelah
sempat tidak percaya diri, tokoh aku pun akhirnya percaya diri bahwa bisa saja
Yanti akan menerimanya, terdapat pada kutipan: nanging jare wong kuna maneh : tresna iku ora kena kinira-kira. Sapa
ngira yen Ken Dedes kasmaran marang tukang kebon aran Ken Arok? Sapa ngira yen
Dewi Sampur putrane Sultan Demak kepencut bocah saka desa aran Jaka Tingkir?
Dadi: sapa ngerti yen Yanti sing ayune telung desa iku gelem nimbangi tresnaku,
nadyan dhapurku pating jlempah kaya keren pecah. Kalah cacak menang cacak dak
cobane. Tokoh aku juga berpegang teguh pada keyakinan, mudah percaya,
seperti sikapnya yang mempercayai doa temannya untuk meyebut nama sang pujaan
hati secara terus menerus agar apa yang ia incar akan didapatkannya. Ini
terdapat pada kutipan : aku tau
dikandhani kancaku sekolah biyen, donga cinta iku mayar, mung nyebut jenenge
bola-bali. Dadi sajrone mlaku menyang tokone aku tansah muni ndremimil :
Yanti!Yanti!Yanti!..... ketika sampai di toko Yanti, tokoh aku gerogi untuk
berbicara pada Yanti, terdapat pada kutipan : tekan tokone Yanti, dumadakan wae lambeku dadi kaku kaya lambe reca
kayu. Dak gramangi lambeku, tetep kaya adate, empuk. Ning rasane kok kaya lambe
kayu, diobahake angel. Tokoh aku merupakan orang yang suka melebih-lebihkan
tentang sesuatu yang disukainya, yaitu terdapat pada kutipan : dheweke ora guneman apa-apa, mng manthuk
karo mesem ngujiwat. Adhuh ayune, jam kaya Nyai Rara Kidul tenan. Atiku dadi
mamang, maju mundur, sida ngomong apa ora ya?. Tokoh aku juga memeiliki
watak ramah, dengan cara mengajak Yanti untuk pergi ke pasar malam, yaitu terdapat
pada kutipan percakapan :
“
Dhik Yanti, apa wis tau dolan nyang pasar malem Sawalan ing Jimbung?”
“Durung
ki, Mas. Ana apa ta?”
“Suk
bar riyaya dolan mrana gelem ora?” takonku dk wanek-wanekake.
“Karo
sapa?” takone kanthi swara renyah.
“karo
aku” jawabku.
Tokoh aku juga memiliki watak sebagai
orang yang tertib, digambarkan dengan sikapnya yang memarkirkan motornya di
tempat parkir ketika telah sampai
Jimbung, terdapat pada kutipan : Tekan
Jimbung, sepeda motor dak titipake, nuli aku wiwit nggoleki dhik Yanti ing
sakiwa tengene sendhang bulus. Setelah memarkirkan motornya, tokoh aku
kemudian mencari dan menanti Yanti, inilah watak tokoh sebagai orang yang
sabar, terdapat pada kutipan : lingak-linguk
mrana mrene kok ora ketemu. Mbok menawa saking akehe uwong sing padha arep
nonton bulus, mawur uleng-ulengan ora karuwan, dadi angel olehku nitik. Kliter
mrana mrene nganti sauntara, meksa ora ketemu. Apa durung tekan kono? Becike
aku malah mandheg wae, ora mrider mrana mrana mundhak malah ketlisiben. Aku
lungguh ing pinggir watu gedhe, nyawang wong-wong sing padha liwat arep nyaketi
sendang. Tokoh aku juga merupakan
tokoh yang suka memuji, apalagi masalah kecantikan yang dimiliki oleh Yanti.
Tokoh aku memuji kecantikan Yanti terdapat pada kutipan :
sawise
sauntara ngenteni ing kono, tetela tenan. Dhik Yanti liwat. Wah-wah-wah, olehe
dandan jaan yahud tenan. Angel olehku arep ngandhakake. Tokoh
aku juga memiliki watak ceroboh, yaitu terlihat ketika melihat kembaran Yanti,
dia langsung menarik tangannya tanpa tahu itu Yanti atau bukan, terdapat pada
kutipan :
Ora
sranta aku menyat saka lungguhku, njrantal nututi karo nyeluk :
“Dhik
Yanti! Dhik Yanti!”
Dheweke
mandeg. Noleh. Saking bungahe atiku, tangane kiwa dak candhaksemu dak gered,
karo omong :
“Dhik,
wis suwe banget olehku nunggu, akhire kowe katon. Ayo…”
Lagi
tekan semono olehku omong, ora nyadar babar pisan : plak! Plak! Tangane tengen
nyampluki pipiku. Ucape wangis kaya mak lampir : “setan kowe ya. Aku ki apamu?
Kenal wae ora kok teka-teka nggered tangan. Bajul buntung kowe. Dhemit gundhul
kowe!”
Setelah ditampar, tokoh aku langsung
pergi karena merasa malu dilihat banyak orang. Ini menggambarkan watak tokoh
sebagai orang yang tidak punya nyali, karena sudah berani berbuat tapi tidak
mencari keterangan yang benar. Terdapat pada kutipan :
Sakala
mak prepet, pandelengku peteng, kaya-kaya srengenge wis wegah nyorotake cahyane
kango madhangi bumi, awit kebegan wong-wong culika lan murang tata kaya aku.
Wong-wong sing weruh padha pating cekakak nggeguyu aku, sauntara Yanti lunga
ninggal aku, arep nonton sendang. Klimrih-klimrih aku lunga saka papan kono,
selak isin digeguyu wong akeh. Njukut honda ing titipan.
Tokoh aku juga memiliki watak mudah berburuk sangka, bersikap seperti anak
kecil, yaitu ketika tidak mau mengangkat telapon dari Yanti karena marah telah
ditampar. Watak aku yang mudah berburuk sangka dan seperti anak-anak terdapat
pada kutipan :
Let sedhela hape-ku muni. Dak buka jebul saka
Dhik Yanti. Arep ngapa/ isih kurang
olehe ngunek-unekake terus saiki arep disambung lewat telepon? Oh kebnageten
kowe dhik,. Kejem kowe, dhik. Mak lamir kowe, dhik. Aja muni lewat hape-ku mundhak rusak kena swara sing
kejem kuwi. Sakala
hape dak tutup. Walaupun telah berburuk sangka pada Yanti tetap saja tokoh
aku teringat akan cintnya pada Yanti, inilah watak tokoh sebagai orang yang
tidak mudah lupa akan sesuatu yang dicintainya. Terdapat pada kutipan :
Aku trima. Aku nglenggana marang kekuranganku.
Nanging nyatane sak wengi aku klisikan ora bisa turu. Mung tansah ketok-ketoken
citrane Yanti, saya wengi saya melok-melok ing ngarep mripatku. Tokoh
aku merupakan orang yang memiliki watak yang mudaj memaafkan, digambarkan pada
saat Yanti meminta menjelaskan semua kejadian yang menimpa tokoh aku, lalu
tokoh aku tidak marah lagi. Ini terdapat pada kutipan : “ Mas, sing nyapluki kowe wingi kae iki dudu aku.”
“kok padha persis?” takonku.
“iki fotokopiku, Mas.”
“
iki sedulur kembarku , Mas. Mung gandheng laire dhisik aku kacek sajam, aku
sing dianggep tuwa lan iki adhikku. Dheweke wingi kaget nalika kok candhak lan
kok gered tangane, sebab rumangsa durung tau kenal.”
Bocah
sing teka keri nyaketi aku. Nyekel tanganku ditempelke bathuke, karo ngucap :
“nyuwun
ngapura ya Mas, aku ora ngerti yen kowe pacare mbak Yanti.”
“nalika
dak celuk Yanti, kok kowe noleh?” takonku.
Sing
teka dhisik nggenahake : “aku wong loro iki undangane pancen padha: Yanti:
jenengku sing ganep: Yantini. Adhikku iki: Yantinah.”.
2. Tokoh Yantini, memiliki watak ramah,
yaiyu tergambarkan saat menyapa tokoh aku ketika tokoh aku datang ke toko
Yantini, yaitu terdapat pada kutipan : “ana
apa, Mas?” takone Yanti kanthi swarane sing alus. “Arep fotocopy?” Yantini
juga memiliki watak yang tahu diri, dengan sikapnya yang tidak memperbolehkan
tokoh aku untuk mendatangi rumah Yanti ketika mau berangkat ke pasar malam
karena Yantini tidak enak pad atetangganya, takut ada yang berfikiran buruk.
Terdapat pada kutipan :
“
Dhik Yanti, apa wis tau dolan nyang pasar malem Sawalan ing Jimbung?”
“durung
ki Mas. Ana apa ta?”
“Suk
bar riyaya dolan mrana gelem ora?” takonku dak wane-wanekake.
“karo
sapa?” takone kanthi swara renyah.
“karo
aku” Jawabku
Dheweke
sajak mikir-mikir. Njur takon :
“Upama
ngajak adhiku, piye?”
“Ya
apik, malah gayeng”, wangsulanku.
“dina
apa? Jam pira mangkat?”
“suk
dina kemis wae, dadi sadurunge kupatan. Mengko dak ampiri menyang omahmu.”
Dhewek
gedheg
“Aja
ngampiri wae, aku isin karo tangga-tangga. Aku dak mangkat dhewk karo adhiku.
Mengko kepethuk ana kana.”
Yantini juga memiliki watak yang
bijaksana, dengan kemauannya menjelaskan apa yang terjadi kepada tokoh aku saat
ada di pasar malam, tedapat pada kutipan :
Mbok menawa saka kersaning Allah,
esuke watara jam wolu aku katekan dhayoh. Bareng dak inguk, jebul dhik Yanti.
Arep ngapa bocah iki. Apa arep nutugake ngunek-unekake aku. Weruh aku njedhul
saka ngomah, dheweke mesem. Kawetu saka grapyak, tetep karo mesem.
“Ana
salah paham, mas, perlu dak jelasake.”
3. Tokoh Yantinah, memilki watak mudah
terpancing emosi, yang digambarkan dalam cerita ketika Yantinah menampar tokoh
aku saat tokoh aku menggandeng tangan Yantinah secara tiba-tiba. Ini terdapat
pada kutipan :
Ora
sranta aku menyat saka lungguhku, njrantal nututi karo nyeluk :
“Dhik
Yanti! Dhik Yanti!”
Dheweke
mandeg. Noleh. Saking bungahe atiku, tangane kiwa dak candhaksemu dak gered,
karo omong :
“Dhik,
wis suwe banget olehku nunggu, akhire kowe katon. Ayo…”
Lagi
tekan semono olehku omong, ora nyadar babar pisan : plak! Plak! Tangane tengen
nyampluki pipiku. Ucape wangis kaya mak lampir : “setan kowe ya. Aku ki apamu?
Kenal wae ora kok teka-teka nggered tangan. Bajul buntung kowe. Dhemit gundhul
kowe!” Namun, Yantinah juga memiliki watak yang baik,
yaitu mau meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi antara Yantinah dan
tokoh aku. Watak baik Yantinah terdapat pada kutipan :
“nyuwun
ngapura ya, Mas, aku ora ngerti yen kowe pacare mbak Yanti.”
3. Alur
1. Perkenalan
Perkenalan
merupakan bagian yang menceritakan tentang keadaan tokoh, dalam cerkak Kenya
Fotocopy, tahap perkenalan terdapat pada kutipan : Weruh wayanganku ing jero kaca, aku dadi ragu-ragu dhewe. Dak
sawang-sawang, dhapurku ki jebul elek banget. Mangka sing jeneng Yanti kenya fotocopy
iku ayune jan uleng-ulengan.
2. Konflik
Dalam cerkak Kenya
Fotocopy, konflik terdapat pada saat tokoh aku menunggu Yatini di pasar malam,
namun ketika tokoh aku menemukan sosok wanita yang seperti Yanti kemudian
menarik tangannya ternyata wanita itu malah menampar tokoh aku dan memaki tokoh
aku serta mengaku tidak mengenal toko aku. Itu semua membuat tokoh aku merasa
sangat malu karena banyak orang yang menertawainya sehingga tokoh aku
memutuskan untuk segera pulang saja tanpa bertanya-tanya lagi. Tepatnya
peristiwa ini terdapat pada kutipan : Ora
sranta aku menyat saka lungguhku, njrantal nututi karo nyeluk :
“Dhik
Yanti! Dhik Yanti!”
Dheweke
mandeg. Noleh. Saking bungahe atiku, tangane kiwa dak candhaksemu dak gered,
karo omong :
“Dhik,
wis suwe banget olehku nunggu, akhire kowe katon. Ayo…” Lagi tekan semono
olehku omong, ora nyadar babar pisan : plak! Plak! Tangane tengen nyampluki
pipiku. Ucape wangis kaya mak lampir : “setan kowe ya. Aku ki apamu? Kenal wae
ora kok teka-teka nggered tangan. Bajul buntung kowe. Dhemit gundhul kowe!”
sakala
mak prepet, pandelengku peteng, kaya-kaya srengenge wis wegah nyorotake cahyane
kango madhangi bumi, awit kebegan wong-wong culika lan murang tata kaya aku.
Wong-wong sing weruh padha pating cekakak nggeguyu aku, sauntara Yanti lunga
ninggal aku, arep nonton sendang. Klimrih-klimrih aku lunga saka papan kono,
selak isin digeguyu wong akeh. Njukut honda ing titipan.
3. Klimaks
Dalam cerkak Kenya Fotocopy, klimaks
terdapat dalam bagian cerita ketika Yanti mendatangi rumah toko aku, hendak
menjelaskan kesalah pahaman yang terjadi terdadap tokoh aku dan Yantini. Bagian
ini terdapat pada kutipan : Mbok menawa
saka kersaning Allah, esuke watara jam wolu aku katekan dhayoh. Bareng dak
inguk, jebul dhik Yanti. Arep ngapa bocah iki. Apa arep nutugake ngunek-unekake
aku. Weruh aku njedhul saka ngomah, dheweke mesem. Kawetu saka grapyak, tetep
karo mesem.
“Ana
salah paham, mas, perlu dak jelasake.”
4. Setting
Setting yang terdapat
pada cerkak Kenya fotocopy yaitu diantaranya:
1.
Latar Tempat : a. Toko fotocopy ing
Trucuk, terdapat pada kutipan : Kandhane wong kuna : Kandhane wong kuna : “witing tresna jalaran saka kulina” ngono kae
jebul cocog. Comtone, srawungku karo Yanti sing nunggu fotocopy ing Trucuk.
Apese saminggu sapisan aku foto copy mrono. Ora krasa jebul atiku thukul rasa
piye ngono. Cocog tenan : “witing tresna jalaran saka kulina”, condhonging ati
jalaran kerep fotocopy.
b. ana ngomah, terdapat
pada kutipan : Wiwitane jan kikuk tenan
olehku arep ngomong. Nganti dak latih ana ngomah ana ngarep kaca penglion.
c. Jimbung, sendhang
bulus terdapat pada kutipan : Tekan
Jimbung, sepeda motor dak titipake, nuli aku wiwit nggoleki dhik Yanti ing
sakiwa tengene sendang bulus.
d. ing pinggir watu
gedhe, terdapat pada kutipan : Aku
lungguh ing pingir watu gedhe, nyawang wong-wong sing padha liwat arep nyaketi
sendhang.
2. Setting waktu
a. Dina kemis esuk, jam wolu,
terdapat pada kutipan : nanging akhire
dina kemis sing dak anti-anti iku tekan. Kamis esuk jam wolu aku wis dandan
mlithit.
5.
. Sudut Pandang
Dalam cerkak Kenya
Fotocopy, pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama, karena dalam
bercerita, pengarang menggunakan kata “aku” untuk menceritakan kisah tokoh
utama. Hal ini terdapat pada kutipan :
Kandhane
wong kuna : “witing tresna jalaran saka kulina” ngono kae jebul cocog. Comtone,
srawungku karo Yanti sing nunggu fotocopy ing Trucuk. Apese saminggu sapisan
aku foto copy mrono. Ora krasa jebul atiku thukul rasa piye ngono. Cocog tenan
: “witing tresna jalaran saka kulina”, condhonging ati jalaran kerep fotocopy.
6. Amanat
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan
pengarang terhadap cerkak Kenya Fotocopy yaitu:
-
Janganlah menyerah sebelum mencoba,
seperti sikap tokoh aku yang terlebih dahulu tidak yakin untuk menyatakan cinta
pada Yantini.
-
Sikap tokoh aku yang berfikir buruk
tentang yanti mengajarkan pada kita agar kita jangan berfikir negatif terhadap
orang lain sebelum ada keteragan yang pasti agar kita tidak salah sangka
sehingga tidak mengakibatkan perpecahan hubungan antara sesama manusia.
7. Gaya
Bahasa
Cerkak yang berjudul Kenya Fotocopy
banyak terdapat istilah-istilah, seperti :
1. Witing tresna jalaran saka kulina,
yang berarti cinta tumbuh karena sering bertemu.
2.
Dhapurku,
untuk menyebut raut wajah.
3. Sapa ngira yen Ken Dedes kasmaran
marang tukang kebon aran ken arok? Kalimat tersebut
sebagai pembanding tokoh aku yang memiki rupa tidak begitu tampan dengan Yanti
yang cantik jelita.
4. Sakala mak prepet,
kalimat tersebut digunakan untuk melebih-lebihkan, yaitu pada saat tokoh aku
ditampar oleh Yantinah.
5. Saya wengi saya melok-melok ing
arep mripatku, kalimat tersebut digunakan untuk
memaksudkan bahwa tokoh aku selalu terbayang-bayang oleh tokoh Yanti.
6. Sakala jagad malik grembyang, kalimat
tersebut digunakan untuk melebih-lebihkan ketika sudah tidak ada kesalah
pahaman lagi antara tokoh aku dan tokoh Yanti.
2.2 Analisis cerkak Lelakon
Jroning Impen karya Mbah Poerwa menggunakan teori Semiotika
1. langit sing biru resik,
yaitu menendakan langit yang cerah, karena ketika langit cerah maka langit
berwarna biru. Begitu pun dengan kata ireng peteng, yang menandakan mendung,
langit gelap seperti ketika akan turun hujan. Tanda ini terdapat pada kutipan :
Langit sing biasane biru resik, wektu iku
katon ireng peteng.
2. Sunare bagaskara katutup mendhung angendanu, gulung gumulung kaya dene
ombaking samodra kidul. Kutipan ini menandakan saat itu awan di langit
bergulung-gulung tebal, mendung hingga matahari tak terlihat.
3. Swarane wong sambat sing ngaruara tansaya nambahi ati kekes lan trenyuh
dadi medeni banget. Kutipan ini manggambarkan bahwa ada suara banyak orang
yang membuat tokoh merasa takut karena tanda suara-suara yang seru itu.
4. Ora antara suwe ana swara banter banget kaya dene sulinge pabrik
tebu, kaya mbedhah-mbedhahna kendhangane kuping. Lewat kutipan ini
pengarang menggambarkan ada suara yang sangat keras sehingga disimbolkan dengan
kata kaya sulinge pabrik tebu.
5. Kabeh padha jejer thari-tharik sajak ngerti ing pranatan, kaya dene
barise murid-muridku sing lagi upacara ing dina senen ngono kae. Arti dari
kutipan tersebut adalah semua orang berbaris seperti murid-murid tokoh ketika
sedang baris pada upacara di hari senin. Dengan adanya kata muri-muridku, maka kaimat tersebut
menandakan bahwa tokoh pada cerita Lelakon Jroning impen merupakan seorang
guru.
6. senajan akeh uwong ing sakupengku, nanging rasa wedi tansah nggubel
atiku. Kutipan tersebut menandakan bahwa tokoh dalam cerita merasa sangat
takut, sang tokoh merupaka seorang penakut, tidak percaya diri.
7. Rasa aneh lan nggumun
njalari dhadha iki seseg kaya dibaluhi wau gedhe. Penggunaan watu gedhe
pada kutipan tersebut menandakan bahwa sang tokoh sangat merasa aneh,
sampai-sampai dilambangkan dengan batu besar.
8. “Gek iki papan apa? Lan nganyapa wong-wong iku padha ngumpul ing
kene?”. Kutipan tersebut merupakan pertanyaan tokoh dalam hati, yang
menandakan bahwa tokoh merupakan orang yang tidak tahu tentang situasi dan
tempat dimana dia berada, tokoh merasa ketakutan. Tokoh bertanya dalam hati
karena tidak ada orang yang ia kenal untuk ditanya.
9. Ing
sacedhakku baris ana saweneh wong sing manjila, awake sajak ngemu cahya kang
sumunar kaya dene teja. Kutipan tersebut mengandung arti bahwa ada
seseorang yag tubuhnya memancarkan cahaya, yang menandakan bahwa orang itu
bukanlah manusia biasa, bisa saja pengarang menggunakan pilihan kata itu untuk
menggambarkan bahwa oramg yang memancarkan cahaya adalah seorang Malaikat.
10. Lho, yagene panjenengane kok ngerti marang pitakon sing sumimpen ing
jroning batinku. Kutipan tersebut berarti sang tokoh heran pada orang yang
memancarkan cahaya tadi karena orang itu bisa mengethui apa yang ada di pikiran
sang tokoh. Ini semakin menandakan bahwa orang itu adalah orang yang luar
biasa.
11. Kringet adhem dleweran nelesi pipi. “Ah,mesthine jenengku katut
cinathet ing dhaftar iku, awit aku mbiyen kondhang dadi tukang dhakwah ing
ngendi-endi panggonan”. Keringat dingin yang dikeluarkan tokoh aku menandakan
bahwa tokoh aku benar-benar merasa sangat takut. Dan perkataan sang tokoh
menandakan bahwa tokoh aku adalah seorang yang sombong karena terlalu percaya
bahwa namanya juga ada dalam catatan. tokoh aku juga sombong karena
mengungkap-ungkap tentang kegiatannya yang suka berdakwah sehingga dia merasa
pantas kalau namanya ada dalam catatan.
12. “Kae sing ana ngarep dhewe iku Kanjeng Nabi Muhammad S.A.W di dherekne
para putra lan garwa. Ing mburine sumusul para sahabat lan kaluwargane padha
lumebu ing suwarga sing kebak kanikmatan. Sedhela maneh bakal sumusul para
syuhadak lan kaum muhajirin dalah kaum Anshor munangka pandhereke Kanjeng Nabi
Muhammad S.A.W rikala perang karo kaum kafir mbiyen.”. kutipan tersebut
menandakan bahwa orang-orang yang beriman dan mengikuti Nabi Muhammad S.A.W
adalah orang yang berhak masuk surga dan menerima kenikmatan di akhirat.
13. Dalan iku ciyut banget, tak sawang sak dawane dalan iku ing ngisore
ana jurang isi geni sing mangalat-alat medeni. Kutipan tersebut memiliki
arti ada jalan yang sangat semit dan di bawahnya terdapat jurang api. Jalan
yang sangat sempit itu menandakan jembatan sirothol mustaqim, yaitu jembatan
yang ada di akhirat, dimana yang bisa melewatinya maka ia akan masuk surga.
Namun jika tidak bisa melewatinya maka akan terjatuh ke jurang api yang ada di
bawah jembatan. Pada cerkak Lelakon Jroning Impen, jurang api yang berada di
bawah jembatan itu menandakan neraka Jahannam.
14. Saiki minangka dina kebangkitane kabeh umat kanggo ngundhuh wohing
panggawe nalikane urip ing alam donya mbiyen. Kata ngundhuh wohing panggawe berarti akan menerima balasa atas segala
perbuatan yang telah dilakukan di dunia.
15. “Ah, ora! Imanku marang keagungane Gusti Allah wis tak ugemi lan dak
lakoni wiwit aku cilik biyen. Sakabehing tumindakku mawa paugeran kawruh
agamane Gusti Allah. Mokal yen ta aku bakal kasangsaya kecemplung jurange
neraka.”. dari kutipan tersebut, penulis menggunakan kata-kata yang
menggambarkan bahwa tokoh aku pada cerkak Lelakon Jroning Impen itu adalah
sosok orang yang sombong, karena dapat dilhat dari caranya berkata-kata yang
digambarkan dengan tanda baca “!” yang berarti tegas dan kalimat yang dipakai
adalah klimat yang menggambarkankesombongan tokoh yang mengungkit tentang amal
ibadahnya yang pernah ia lakukan di dunia sehingga ia merasa bahwa ia tidak
mungkin masuk neraka.
16. Dalam cerkak Lakon
Jroning Impen, pengarang menggunakan kitab suci Al-Qur’an pada bagian cerita,
yang berarti melambangkan bahwa cerkak Lakon Jroning Impen mengisahkan
kehidupan orang yang beragama islam.
17. “Dhuh Gusti, kula nyuwun aksama. Muga kula tinimbalana mlebet ing
suwarga penjenengan”. Kutipan tersebut merupakan ucapan tokoh yang meminta
pada Tuhan untuk memasukannya pada Surga, dari pilihan kata yang digunakan pada
kalimat tersbut menandakan bahwa tokoh sedang meminta dengan sangat dalam agar
ia masuk surga.
18. Ati sing maune goreh wiwit anteng lan nyicil ayem, jalaran eling marang
janjine Gusti Allah, yen ta panjenengane bakal paring nugraha wujud suwarga
marang umate sing tansah ngestokakae dhawuhe, lan paring siksa wujud neraka
marang umate sing kiyanan marang penjenengane. Kutipan tersebut menandakan
sifat Allah Yang Maha adil, membalas sikap baik dengan balasan yang baik pula,
dan membalas keburuka dengan balasan yang setimpal dengan keburukan yang telah
diperbuat.
19. Mulane menyang mesjid aku ya sregep, shodaqoh ya gelem, ing kantor ya
ora nate korupsi. Dari kalimat tersebut terdapat dua kemungkinan tanda.
Yang pertama adalah bahwa si tokoh merupakan orang yang taat pada agama,
kemungkinan yang kedua yaitu bahwa si tokoh merupakan orsng yang sombong,
karena selalu mengungkit-ungkit perbuatan baiknya, dalam kalimat tersebut
pengarang menggunakan kata-kata yang mengandung makna sesuai dengan sifat
sombong sang tokoh.
20. “Subhanallah”. Kutipan percakapan tersebut menandakan bahwa tokoh
merupakan orang yang taat, selalu mengingat Allah S.W.T.
21. Dalam cerkak Lelakon Jroning
Impen, pengarang menggunakan istilah yatim
piatu, yaitu menandakan bahwa seseorang yang sudah tidak memiliki Ayah dan
Ibu, orang tua mereka telah meninggal dunia.
22. “Apa sliramu ora kelingan yen ta bocah-bocah mau isih suci ati lan
pikirane.” Kutipan tersebut menandakan bahwa anak-anak kecil yang
pikirannya masih suci dan bersih merupakan anak-anak yang masih polos, belum
tahu apa-apa.
23. Apa sliramu ora kelingan yen ta bocah-bocah mau isih suci ati lan
pikirane. Senajan ora nate mbok gape nalika wira-wiri ing ngarep omahmu, nanging
nalika kok jaluki tulung reresik omahmu dheweke ora suwala. Tanpa njaluk opah
lan alembana, padha lila lan legawa nandangi prentahmu. Dari kutipan
tersebut dapat disimpulkan bahwa pengarang menandakan anak-anak itu adalah anak
yang baik hati karena selalu menurut ketika diberi perintah tanpa meminta
imbalan.
24. Nanging nalika sliramu duwe panganan turah-turah malah mbok guwang, ora
eling marang bocah-bocah mau. Nalikane olih rejeki ethok-ethok lali, ora nate
mbok santuni. Malalui kutipan tersebut, pengarang menggambarkan sifat tokoh
yang kikir, dengan mengungkit bahwa tokoh aku tidak pernah menyantuni anak-anak
yatim. Sikap itu menandakan bahwa tokoh aku merupakan orang yang kikir, selalu
ingin menikmati hartanya sendiri, tanpa mau berbagi pada orang lain, walaupun
pada anak-anak yang seringkali mambantunya tanpa meminta imbalan.
25. Kepara malah kok undamana nalika ing tengah wengi nangis kelara-lara
merga wetenge ngelih keluwen. Melalui kalimat tersebut yang ada pada cerkak
Lakon Jroning Impen, pengarang menggambarkan kehidupan orang miskin, yang mau
makan pun susah, tidak mampu untuk membeli makanan. Dengan itu, pengarang
memberi tanda tentang kehidupan oarang miskin, yaitu makan pun susah.
26. Pengarang dalam cerkak
Lakon Jroning Impen menggunakan kalimat loro
setengah persene gajimu iku kudune kanggo bocah-bocah mau sebagai simbol zakat yang harus diberikan oleh tokoh aku.
27. Dhuh Gusti kula nyuwun gunging pangaksami. Dari kalimat tersebut
pengarang menandakan bahwa tokoh aku meminta ampunan yang tulus pada Allah.
Dalam meminta ampunan, pengarang menggunakan kata gunging pangaksami sehingga cukup menandakan bahwa sang tokoh
benar-benar meminta ampun pada Allah SWT.
28. Yagene aku ora duwe pangerten lan welas marang umat kang lagi nandhang
papa kaya bocah-bocah iku. Wusana
saiki dadi pepalang anggonku antri ngrantu munggah suwarga, aku nggetuni
tumindak sing kawuri, senajan mengkono iku ora ana gunane. Dengan kata-kata
pada kutipan tersebut, pengarang menandakan bahwa tokoh aku menyadari dan
menyesali semua perbuatannya.
29. Dalam cerkak Lakon
Jroning Impen, sang pengarang menggunakan tukang bakso sebagai tanda orang yang
kurang mampu.
30. Gumunku ora jamak ing atase mung tukang bakso ideran kok katut dhaftar
antrian mlebu suwarga dhisik. Kutipan tersebut merupakan kata-kata yang
diucapkan oleh tokoh aku. Melalui kalimat tersebut pengarang menandakan bahwa
sang tokoh merupakan orang yang suka merendahkan orang lain.
31. Pak No iki kayane bakulan
bakso sing separo dipangan kanggo kaluwargane, dene sing separo maneh dikirimke
wong tuwane lan adhine ing Desa kanggo ragad sekolahe. Kutipan tersebut
merupakan kalimat yang dikatakan oleh seseorang yang memancarkan cahaya kepada
sang tokoh. Pengarang menandakan sikap Pak No merupakan sikap yang bijak, dan
juga mennadakan bahwa Pak No merupakan anak yang berbakti kepada orang tuanya
karena masih mau membantu orang tuanya dan adiknya.
32. Pengarang menggunakan
istilah getih lan daginge saka olehe
nyusu ibune untuk mengistilahkan bahwa seorang ibu merupakan orang yang
sangat baik, mampu membesarka anaknnya melalui asi yang dulu diberikan, dan
perjuangan tulus untuk menyusui anaknya.
33. Mulane Pak No banjur niyat males kabecikane wong tuwa kanthi eklas
ngirimi dhuwit olehe dodolan bakso. Seje karo sliramu, dadi guru SD oleh kaya,
sing akeh mung dipangan dhewe. Karuwetane wong tuwa ora dibantu, apa maneh wong
liya. Mula ya wis trep yen Pak No luwih dhisik tinimbalan mlebu korine suwarga.
Melalui perkataan seseorang yang memancarkan cahaya pada cerkak Lakon Jroning
Impen, pengarang membandingkan perilaku orang yang baik hati dan berbakti pada
orang tua dan perilaku orang yang kikir dan tidak berbakti pada orang tua,
dimana pengarang menandakan Pak No sebagai tukang bakso yang tentunya keadaan
ekonominya pas-pasan selalu berbakti pada orang tua selalu mengirimi uang untuk
orang tuanya dan juga baik hati, suka memberi pada orang lain, sedangkan tanda
orang yang kikir dan tidak berbakti pada orang tua digambarkan melalui perilaku
tokoh aku yang sebagai orang kaya namun
tidak pernah mengirimi uang pada orang tuanya dan tidak pernah mau memberi pada
orang lain. Melalui kutipan tersebut juga pengarang menggambarkan bahwa orang
yang baik hati maka akan terlebih dahulu masuk surga, namun bagi orang yang
kikir maka akan berada di posisi paling belakang untuk masuk surga.
34. Atiku kaya semplah nggetuni lelakon sing kawuri. Pengarang
menggunakan kata semplah untuk
melambangkan bahwa tokoh aku benar-benar sangat merasa menyesal atas
perbuatannya di masa lalu.
35. Pengarang menyebut Gusti Allah dalam cerkak Lakon Jroning
Impen untuk menandakan bahwa cerkak Lakon Jroning Impen merupakan cerkak yang
mengisahkan tentang orang islam, karena umat islam menyebut Tuhan dengan Gusti Allah.
36. Pengarang menggunakan
kata Astaghfirullah yang merupakan bahasa arab dan mengandung arti memohon
ampun untuk melambangkan bahwa tokoh aku menyesali perbuatannya selama hidup di
dunia.
37. Dalam cerkak Lakon
Jroning Impen, pengarang menggunakan istilah kaya buta lagi nesu sebagai tanda
bahwa tokoh aku sedang marah, tidak terima melihat orang lain lebih dulu masuk
surga.
38. Pengarang menggunakan
istilah wayang laka gapite untuk
melambangkan tokoh aku yang saat itu mendadak lemas karena tidak menyangka akan
kenyataan bahwa Titin dan Suaminya terlebih dulu masuk surga.
39. Rasa yakin menawa jenengku ana ing dhaftar iku wiwit ragu-ragu.
Geneya kok aku ora enggal tinimbalan? Geneya mungguh amal lan ngibadahku
sasuwene iku?. Melalui kutipan tersebut, pengarang bermaksud menandakan
sikap tokoh aku yang sudah tidak sabar ingin cepat dipanggil untuk masuk ke
surga, dan juga menggambarkan bahwa tokoh aku merasa kecewa karena tidak
kunjung dipanggil padahal dia sudah banyak beribadah selama hidupnya.
40. Dhuh Gusti kula nyuwun palilah badhe ndherek mlebet suwarga
penjenengan. Melalui kalimat tersebut, pengarang menggambarkan bahwa tokoh
aku sangat memohon kepada Allah supaya tokoh aku bisa masuk ke surga.
41. Sliramu aja meri karo wong-wong iku. Kalimat tersebut merupakan
ucapan orang yang tubuhnya memancarkan cahaya kepada tokoh aku untuk
menasehati. Melalui kalimat tersebut pengarang menandakan bahwa orang tersebut
adalah orang yang bijak, mau menasehati orang lain agar tidak bersikap iri dan
dengki pada orang lain.
42. Bu Endah lan Titin iku
sethithik omonge nanging luwih akeh nindakake apa sing dadi inti sarine
dhakwahmu. Balik sliramu akeh ngomonge senajan ngandhut piwulang, nanging ora
mbok tindakake. Dalam kutipan tersebut pengarang membandingkan sikap orang yang
patuh dan orang yang tidak patuh, dimana orang yang patuh yaitu Bu Endah dan
Titin yang selalu mengerjakan perintah dalam dakwah yang disampaikan oleh tokoh
aku, sedamgkan tokoh aku yang selalu berdakwah namun tidak mengerjakan perintah
dalam dakwahnya sendiri.
43. Pengarang menggunakan
istilah timbangan sebagai ukuran
banyaknya amal perbuatan manusia yang diperbuat selama hidupnya.
44. Pengarang menggunakan
kata riyak sebagai simbol orang yang suka pemer, dimana dalam cerkak Lakon
Jroning Impen dijelaskan bahwa orang yang suka pamer adalah tokoh aku.
45. Ing netrane Gusti Allah sliramu ora luwih apik tinimbang murid lan
santrimu. Melalui kalimat tersebut dapat diketahui bahwa tokoh aku adalah
seorang Kyai, karena dalam kalimat tersebut pengarang menyebutkan santri.
46. Amal lan ngibadahmu ngemu surasa ‘riyak’ sing dadi pantangane iman
marang Gusti Allah. Kata pantangane menandakan bahwa Allah SWT tidak mau
menerima orang yang suka pamer.
47. Ukara ing pungkasan iku mau kaya dene gada wesi kuning sing nunjem ing
dhadhaku. Kata gada wesi kuning menandakan bahwa tokoh aku sangat merasa
sakit hati ketika mendengar kata terakhir yang disampaikan oleh orang yeng
memancarkan cahaya itu.
48. Nanging pribadimu ora
asor, katitik saka sikapmu yen dhong ana tukang ngamen teka, lawange omahmu
enggal kok tutup. Yen ta ana wong ngemis teka ora nate mbok wenehi dhuwit apa
dene panganan, kepara mbok sesorahi lan menthela ngusir senajan mung nganggo
saklimah tembung “maklume” alias “maaf”. Pada kuipan tersebut digambarkan bahwa
tokoh aku merupakan orang yang kikir karena selalu mengusir pengamen atau
pengemis yang datang ke rumahnya, tidak malah memberi sumbangan. Dalam mengusir
pengemis, tokoh aku menggunakan kata maaf, yang secara tidak langsung
menandakan untuk mengusir pengemis dan pengamen yang datang ke rumahnya.
49. Allah!,Allah!,Allah!. Pada kutipan tersebut pengarang menggunakan
tanda baca “!” untuk menandakan bahwa tokoh aku mengucapkan kata Allah dengan
nada yang keras, karena tersadar akan perbuatannya selama hidup setelah
disindir oleh orang yang bisa mengeluarkan cahaya pada tubuhnya.
50. Mas, tangi! Hey mas,
tangi mas! Ngimpi ya?. Kutipan tersebut merupakan ucapan istri dari tokoh aku
yang dimaksudkan untuk meminta suaminya bangun. Untuk memperjelas bahwa ucapan
san istri dari tokoh aku itu adalah ucapan perintah, maka pengarang menggunakan
tanda baca “!”.
2.3 Analisis cerkak Minggat
karya Endang Ts dengan menggunakan Teori Feminisme
merupakan teori yang
menjelaskan tentang persaaam hak antara laki-laki dan perempuan Feminisme,
dalam cerkak Minggat karya Endang TS memiliki unsur-unsur feminis, yaitu
diantaranya :
1.
Dilihat dari pengarangnya saja cerkak
Minggat sudah mencerminkan feminisme, yaitu cerkak Mingat dikarang oleh seorang
perempuan, Endang TS.
2.
Priyayi sepuh sak ora-orane sak yuswane
ibuku yen mireng tembung kaya ngonoiku, mbok menawa gawe ati kekes. Maksud dari
kutipan tersebut adalah bahwa hati seorang perempuan adalah sangat lembut,
mudah tersentuh, mudah pula menangis.
3.
Jare
Marita, kanca kuliyahku, sing omong kaya ngono mau wonge lagi stress, merga
cara mikir kaya mengkono iku kudu cara mikire wanita tama.
Kutipan tersebut membahas tentang tata cara bicara seorang perempuan, sehingga
berhubungan dengan feminisme.
4.
Ora
mung Marita sing omong kaya ngono iku. Mbak Win, nalika dicritani malah
mbenerake omongane Marita. Ngomonge sansaya ndadra. Ora fokus karo temane. Neng
weteng marai mules. Menurut bagian tersebut yang ada pada
cerkak Minggat menjelaskan tentang kebiasaan perempuan yang sering kali suka
bercakap-cakap atai bergunjing dengan sesama perempuan.
5.
“kowe
iku mbesuk pengen neng suwarga apa neraka?” pitakone mbak Win karo nglempiti
popoke Saskia. “Kurange apa ta Dhik Bram iku? Ngganteng oleh, sugih oleh,
pinter uga oleh. Sing mbok goleki iki priya sing kaya apa? Sing kepriye? Eling,
ing donya ora ana wong kang sampurna. Wis saiki baliya. Mesakake Dhik Bram yen
nyipati kowe ora neng omah.”. mbak Win dalam
kutipan tersebut menggambarkan sosok wanita yang baik, sangat mempertimbangkan
dengan bijak mengenai sikap wanita yang harus patuh pada suaminya. Aktivitas
Mbak Win yang sedang melipat popok milik Saskia anaknya merupakan kagiatan yang
sudah menjadi kebiasaan seorang Ibu. Mbak Win dalam kutipan tersebut juga
menggambarkan sikap perempuan yang bijak, mau menasehati adiknya agar bersikap
baik pada suaminya.
6.
“Mbak
Win ngusir aku?”. Kata tokoh aku tersebut menjelaskan
bahwa seorang perempuan adalah sosok manusia yang mudah tersingung, terkena
sedikit omongan saja langsung tersinggung.
7.
“Kok
ngusir iku ora. Aku mung ora kepengin kowe dadi wadon kang duraka….”.
kata Mbak Win tersebut menggambarkan sikap wanita yang memperhatikan sesama
wanita agar tidak terjerumus pada sikap yang salah.
8.
Bla..bla..bla…!
ah, bosen! Ora bapak, ora ibu, ora mbak yu ipe, kabeh padha ceramah. Isine
padha. Ngandhani aku. Kok kaya tumindake iku wis bener-benera dhewe.
Pengarang menggambarkan tokoh aku sebagai perempuan yang keras kepala, tidak
menurut pada orang tua, bersikap semaunya sendiri.
9.
Sak
crewet-crewete Mbak Win, isih tetep mbelani aku.
Denagan kutipan ini pengarang memiliki maksud untuk meggambarkan seorang
perempuan memang membutuhkan orang yang mau selalu mendukungnya.
10.
Aku
emoh yen sirah iki kena tempilingane Bapak kaya wingi.
Mung merga lunga tanpa pamit. Tekan
saiki, larane ora bisa ilang. Tempilingane Bapak dadi tatu neng jero atiku.
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa seorang perempuan diperlakukan kasar,
padahal perempuan tidak sepantasnya diperlakukan kasar, perempuan harusnya
disayangi, dikasihi dengan lembut, buka malah diberi perlakuan kasar. Sikap
keras yang dilakukan pada perempuan juga akan menjadi ingatan yang selalu
diingat, sakitnya pu sampai ke hati yang paling dalam, hingga terasa sakit
sekali. Itulah ciri khas perempuan yang sulit move on.
11.
Perempuan merupakan makhluk yang
sensitif, ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut yang membuktikan bahwa
perempuan sensitif, mudah mengira-ngira hal yang buruk : Sak suwene aku omah-omah kero mas Bramantya prasasat aku sing salah.
Kabeh sing elek tumiba ing aku. Kabeh padha ngalembana mas Bram. Sapa ngira yen
mas Bram iki serigala berbulu domba.
12.
Perempuan adalah makhluk pemalu, suka
menyimpan perasaan dan mudah untuk melakukan dendam pada orang yang telah
mengecewakannya. Maka dalam cerkak Minggat pengarang menggambarkan sikap itu dalam
kutipan : Anggonku serik mati karo mas
Bram, ana alesane. Mbiyen nalika aku isih kelas 2 SMA, tresnaku ditulak
mentah-mentah. Jare aku dudu wanita tipene. Dheweke mung bisa tresna karo
wanita sing mandhiri, hebat, ora aleman kaya aku. Ngomonge ing ngarepe
kanca-kancaku. Jan… kurang ajar tenan kok wong siji iki! Rak ya aku isin ta.
13.
Dalam cerkak Minggat, pengarang
mengungkapkan bahwa perempuan yang cantik, mandiri adalah pilihan laki-laki.
14.
Dalam cerkak Minggat, tokoh aku
mengalami paksaan untuk menikah, tidak diperkenankan untuk memilih laki-laki
pilihannya. Ini terdapat pada kutipan : Aku
wis bola-bali matur marang wong tuwaku, yen aku ora tresna karo mas Bram. Aku
wis duwe calom dhewe sing mengkone mesthi bisa mulyakake awakku. Nanging aturku
ora digubris. Keputusane tetep. Aku kudu ijab karo mas Bramantyo sewulan sak
wise aku ditembung. Pancen jengkel kok! Tresna kok dipeksa. Yen aku nganti
minggat, sing salah sapa?!. Dalam kutipan tersebut juga tokoh aku ingin
bertekad untuk pergi karena tidak trima jika harus dipaksa, tokoh aku sebagai
perempuan yang ingin bertindak sesuai kehendaknya dan haknya, tidak ingin
menjadi perempuan yang selalu dalam paksaan.
15.
Perempuan merupakan seseorang yang
selalu memiliki nasihat baik untuk saudaranya demi kebahagiaan saudaranya
sebagai sesama perempuan. Hal ini terdapat pada kutipan cerkak Minggat : “Sekar..” cluluke mbak Win karo nyedhaki
aku. “Kae dhik Bram teka maneh. Jare wis janjian karo mas Wisnu yen arep
mancing. Iki rak meh Mahrib ta? Lan maneh, Mas Wisnu kondure lagi sesuk. Coba
dinalar…”
“Dinalar sing kepriye maning mbak?”
“Ya dinalar kanthi ati sing wening.
Ora grusa grusu. Ora kelawan ati kang kebak muring…”
“uwis… wis bola-bali. Intine padha.
Aku mung kanggo pelarian…”
“Karepku ora kaya ngono iku.”
“Lha sing kepriye maneh? Aku kudu
kepriye? Yen tak rasak-rasakake Mbak ki wis ketularan bapak lan ibu. Kabeh
padha sepakat arep milara aku.”
Dari
kutipan tersebut juga pengarang menjelaskan bahwa seorang perempuan seringkali
berburuk sangka pada pasanganya karena itu bukti bahwa seorang perempuan adalah
seseorang yang ingin selalu menjadi perempuan satu-satunya yang dicintai,
disayangi dan dimiliki oleh pasangannya. Wajar saja ketika seorang perempuan
selalu berburuk sangka pada pasangannya. Melalui kutipan tersebut juga
menjelaskan bahwa seorang wanita ingin selalu ada yang mendukung, bukan untuk
selalau dipojokkan, perempuan ingin selalu ada orang yang mendukung
keputusannya.
16.
Cerkak minggat mangandung unsur
feminisme lain yaitu ketika mbak Win menasehati Sekar untuk kembali pada Bram,
agar Sekar mau mengatakan bahwa Sekar rindu pada Bram supaya Sekar dan Bram
bisa kembali lagi berhubungan baik. Pada bagian ini diterangkan bahwa seorang
perempuan sulit dimengerti, tapi ingin selalu dimengerti. Ketika terjadi
sesuatu, seorang perempuan akan mudah marah dan sulit untuk kembali bersikapp
biasa. Ciri perempuan yang seperti ini terdapat pada percakapan yang
disampaikan oleh Mbak Win kepada Sekar, yaitu : “ Ah, kowe kuwi! Yen ngomong kok sakepenake dhewe. Waton ngomong wae. Wis..
masalah iki ora sah dibahas. Ngene lho…wis rong dina iki Dhik Bram dolan mrene.
Kamangka Mas Wisnu luar kota. Apa kowe ora mikir, yen sak temene Dhik Bram iku
arep ngajak bali kowe. Mung ora wani ngomong merga kowe yen dicedhaki mesthi
nesune. Karepku, temonana Dhik Bram. Ngomonga uen kowe kangen, kowe arep bali…”
17.
“
apa aku kudu mengorbakan harga diriku kanggo senenge wong liya, yen njero atiku
ketula-tula? Apa ya mengkene iki piwulange wong tuwane Mbak Win. Aku emoh Mbak.
Aku emoh yen kudu kaya Mbak Win. Apa Mbak Win ora krasa ta yen sak suwene iki
disiya-siya Mas Wisnu?”. Kutipanpercakapan yang diucapkan
Sekar tersebut menyatakan bahwa seorang perempuantidak mau jika selalu
mengorbankan harga dirinya demi kebahagiaan lawan jenis. Perempuan juga ingin
merasakan kebebasan dari laki-laki, tidak selalu menjadi pihak yang tersakiti.
18.
“
Mbak Win mbiyen lulusan rak culaude kan?” dari ucapan
yang dikatakan Sekar pada cerkak minggat tersebut menggambarkan bahwa seorang
perempuan juga memiliki hal untuk mengenyam pendidikan yang tinggi, tidak
seperti dahulu saat belum ada emensipasi wanita, hanya laki-laki saja yang
boleh menempuh pendidikan, padahal perempuan juga penting untuk memperoleh
pendidikan agar perempuan juga bisa berfikir kreatif, sehingga bisa mendidik
anaknya kelak dengan baik. Dengan pendidikan juga perempuan bisa menjadi
seorang wanita karier, bisa bekerja sehingga bisa membantu suaminya dalam
memenuhi kebutuhan rumah tangga karena seringkali kebutuhan rumah tangga tidak
bisa terpenuhi jika hanya mengandalkan penghasilan dari sang suami. Ikutnya
perempuan dalam bekerja dan memenuhi kebutuhan rumah tangga merupakan gerakan
emansipasi wanita, agar wanita bisa sederajat dengan laki-laki. Dengan bekerja
juga seorang perempuanbisa berjaga-jaga agar ketika suatu saat bercerai dengan
suaminya, seorang perempuan tidak kaget dan bingung dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya karena sudah memiliki penghasilan sendiri, sehingga bisa menjadi
perempuan mandiri yang tidak selalu bergantung pada lawan jenisnya.
19.
Asem
tenan kok. Apa ya kudu tak jlentrehake. Mengko yen tersinggung njur piye?. Melalui
kutipan tersebut terlihat bahwa seorang perempuan tidak akan tega untuk
menyinggung perasaan orang lain, apalagi orang yang disayanginya. Perempuan
selalu berfikir dua kali ketika akan berkata-kata, takut barangkali menyakiti
hati orang lain karena perasaan seorang perempuan itu sangat dalam.
20.
“Mbak,
sampeyan iki ayu, pinter, mbiyen wis duwe gaweyan sing mapan. Njur saiki piye
kabare?! Kabeh ditinggalake. Saben ndina mung momong lan momong. Apa ora bosen
ta? Dina-dina anane mung krungu tangise Saskia.”
“Oh, iku ta! Dadi sak suwe iki iku
ta perkara sing ngganjel ing atimu. Wangsulane, ora! Tak wangsuli sapisan
engkas, ora! Aku wes seneng. Yen nuruti gaweyan, ora bakalan ana enteke. Lan,
pa sing tak tindakake saben dina iku ora mboseni, malah aku seneng. Luwih-luwih
yen weruh perkembangane Saskia saben ndinane.”
Melalui
kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa Mbak Win adalah seorang perempuan yang
hebat. Ia rela mengirbankan pekerjaannya demi melayani keluarganya agar menjadi
keluarga yang harmonis. Apa yang dilakukan Mbak Win dalam cerkak minggat adalah
perbuatan yang sebagaimana memang kodrat dari seorang wanita yang sejak dari
dulu sudah dijalankan, yaitu sebagai wanita tugasnya adalah mengurus anak dan
suaminya, tidak sibuk dalam menitih karier, karena semua kebutuhan dalam rumah
tangga sudah harus ditanggung oleh suami, entah bagaimana pun caranya. Seorang
wanita hanya menunggu di rumah menyambut suami yang membawa penghasilan, namun
keberadaan perempuan di rumah juga tentunya memiliki tugas yang berat juga,
selain mengurus anak dan suami juga mengurus seluruh pekerjaan rumah dengan
baik, sehimgga semuanya seimbang dan akan tercipta keluarga yang bahagia. Apa
yang dilakukan Mbak Win dalam cerkak minggat nampaknya berlawanan dengan Sekar
yang memandang bahwa apa yang dilakukan Mbak Win adalah suatu yang disayangkan.
21. “Oh,
iku ta! Dadi sak suwene iki perkara iku ta sing ngganjel ing atimu. Wangsulane,
ora! Tak wangsuli sapisan engkas, ora! Aku wis seneng. Yen nuruti gaweyan, ora
bakal ana enteke. Lan apa sing tak tindakake saben dina iku ora mboseni. Malah
aku seneng. Luwih-luwih yen weruh perkembagane Saskia saben dinane.” Percakapan
tersebut merupakan percakapan yang dikatakan oleh Mbak Win, sebagai kakak Sekar
yang menggambarkan wanita tak perlu mengejar materi sebanyak-banyaknya demi
mencapai kebahagiaan, namun dengan merawat, menjaga dan membesarkan anaknya
saja bisa membuat perempuan menjadi senang, karena itu adalah tugas dan kodrat seorang perempuan. Jadi, menurut isi cerkak
minggat, walaupun ada gerakan emensipasi, perempuan tidak harus selalu
menyibukkan diri untuk menyamakan derajatnya dengan seorang laki-laki, perempuan juga harus
tetap menjalankan tugasnya sesuai kodratnya, yaitu mengurus keluarganya
sehingga dapat tercipta rumah tangga yang bahagia dan hatmonis.
22. “Wiwit
Saskia mengkurep, ngoceh, rambatan… iku kabeh wis bisa ngilangake rasa bosenku”
bacute. “anane mung seneng lan seneng. Mulane sak bisa-bisane aku dhewe sing
ngrumat Saskia. Kowe weruh dhewe ta? Kabeh keperluwan Saskia aku sing
nandhangi. Lagi ngakon Yu Kami yen bener-bener repot. Iku wae kala-kala. Sing
penting landhesan tresna.” Feminisme yang membahas tentang perempuan dijelaska
melalui kutipan cerkak minggat tersebut, bahwa seorang perempuan tidak pernah
merasa bosan ataupun lelah dalam mengurus anaknya, perempuan ingin selalau
menjadi orang satu-satunya yang selalu ada untuk anaknya. Perempuan tidak suka
mengandalkan orang lain dalam mengurus anaknya, karena kasih sayang seorang ibu
kandung akan berbeda dengan kasih sayang yang diberikan oleh orang lain. Dalam
hal ini, perempuan menjadi wanita perkasa. Semua yang dilakukan oleh perempuan
adalah ikhlas dilandaskan dengan rasa cinta, maka seorang perempuan merasa inda
dalam menjalani hidupnya.
23. Ee…. Lha dalah… omongane Mbak Win malah
ndawa-ndawa. Ora bisa diselani. Wis…ceramah maneh.
Dari kutipan tersebut dapat ditangkap meksudnya yaitu ciri seorang perempuan
yang selalu berkepanjangan dalam berbicara, jika memiliki unek-unek, pasti akan
disampaikan sesuka hatinya, dengan penjelasan yang panjang lebar hingga hatinya
merasa lebih tenang dan lega.
24. Menurut
cerkak minggat, Sekar sebagai seorang perempuan memiliki konflik batin, dia
juga ingin merasakan dicintai dan disayangi dengan tulus oleh pasangannya,
seperti Mbak Win, yang memiliki keluarga harmonis. Ini menggambarkan feminism,
dimana perempuan sngat membutuhkan kelembutan, kasih saying yang tulus, bukan
perasaan yang hanya berpura-pura, karena perempuan merupakan makhluk yang mudah
sekali menyayangi dengan tulus. Maka ketulusan itu haruslah dibalas dengen
ketulusan. Akan sangat merasa sakit jika ketulusan seorang perempuan dibalas
dengan kebohongan, Karena perasaan perempuan begitu dalam. Hal ini digambarkan
melalui percakapan yang disampaikan oleh Sekar tentang perasaannya dalam
kutipan cerkak minggat, yaitu : Cep,
klakep. Yen wis krungu kaya ngono iku aku ora bias apa-apa. Rasane kok malah
sangsaya ketula-tula wakku iki. Gek kapan ya aku bisa ngrasakake tresna? Piye
ya, rasane ditresnani priya sing nate dadi gegantilaning ati? Aku pengin banget
kaya Mbak Win ngono iku. Sak ora-orane cara mikire. Kutipan tersebu juga
menjelaskan bahwa seorang perempuan selalu ingin memiliki cara berpikir yang
baik, seperti perempuan lain yang lebih baik, seperti Sekar yang berkeinginan
bisa mempunyai cara berpikir seperti Mbak Win.
25. “Sekar…aku
jejering mbakyu, wis ngandhani kowe. Mengko yen ana apa-apa, aku wis ora
kesalahan. Aku emoh mbelani kowe maneh, merga tumindakmu kaya mengkono iku
salah. Kowe lunga tanpa pamit iku wis jelas kleru. Kowe kuwi wis anan sing
nduweni. Dudu Bapak lan Ibu maneh, nanging Dhik Bramantyo. Mula ten ana apa-apa
kudu ngomong dheweke. Elek utawa apike Dhik Bram kudu mbok trima kanthi legawa,
merga iku bojomu. Wis kana, Dhik Bram temoni dhisik.”.
Kutipan
cerkak minggat tersebut merupakan percakapan yang disampaikan oleh Mbak Win. Maksud Mbak Win adalah menasehati Sekar agar mau menerima
Bram. Melalui kutipan tersebut dijelaskan bahwa sebagai sesama perempuan, Mbak
Win menasehati Sekar merupakan orang yang bijak, tidak selalu membela
perempuan, kerena perempuan itu adil, walaupun sesame perempuan, namun jika
salah maka akan dinasehati, bukan untuk disalahkan. Sebagai makhluk yang
lembut, perempuan memiliki sejuta kata-kata nasehat. Dari kutipan tersebut
mengandung unsur feminisme lain, yaitu ketika serang perempuan telah memiliki
suami, maka tanggung jawab keseluruhan bagi seprang perempuan adalah pada
suaminya, bukan pada orang tuanya lagi. Perempuan haruslah taat pada suaminya,
sebagaimana kodratnya. Kutipan cerkak
tersebut juga menjelaskan tentang aturan yang harus dipatuhi sebagai seorang
perempuan, yaitu perempuan harus patuh pada suaminya, ketika hendak bepergian
haruslah pamit, karena itu merupakan kewajiban bagi setiap istri pada suaminya.
26. Mbak Win njur ninggalake aku
menyang mburi. Mbok menawa lagi ngawekake the kanggo Mas Bram.
Kutipan cerkak minggat tersebut menngambarkan seorang wanita yang menjalankan
tugasnya yang sebenarnya, yaitu mengurus bagian dapur, melayani tamu dengan
baik karena semua itu memang sudah selayaknya dilakukan oleh perempuan, bukan
laki-laki, meskipun terkadang ada laki-laki yang menggantikan tugas istrinya.
Itu mungkin hanya karena keadaan yang memaksa.
27. Mbak Win, yen wis sanggup bebrayan, apa ya
kudu mengkono iku? Apa ya kudu gelem ngurbanake kasenengane pribadi supaya
anggone bebrayan sempulur? Iku jane ora masalah kok, angger anggone bebrayan
dilandhesi rasa tresna. Lha yen anggone bebrayan merga dipeksa, kepriye coba?!
Kepriye anggone nglakoni?. Kutipan tersebut merupakan ungkapan perasaan Sekar
yang sedang mengalami konflik batin. Sekar menginginkan keluarga yang bahagia
sebagaimanamestinya, tanpa paksaan, Sekar juga mulai menyadari bahwa sebagai
perempuan memang seharusnya merelakan kesenangan pribadi demi terciptanya
keluarga yang harmonis dan bahagia.
Dari
cerkak yang berjudul Minggat banyak sekali hal-hal yang menyangkut tentang
perempuan. Cerkak Minggat mengisahkan tentang kehidupan Sekar yang dipaksa
menikah dengan Bramantyo oleh
orang tuanya. Selama berumah tangga, Sekar tidak bahagia karena Sekar merasa
bahwa Bramantyo menikahinya hanya sebagai pelampiasan saja. Berbeda dengan Mbak
Win, kakak ipar Sekar yang memiliki keluarga yang harmonis, sehingga membuat
Sekar merasa iri.
Pemaksaan yang dialami Sekar merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak seorang perempuan, karena perempuan juga ingin
menjalani hidunya sesuai dengan keinginannya. Perempuan ingin selalu dikasihi,
disayangi dan dicintai dengan tulus, bukan dengan kebohongan dan paksaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari
analisis yang dianalisis maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Cerkak
yang berjudul Kenya Fotocopy lebih tepat dianalisis dengan teori
strukturalisme, karena dalam cerkak Kenya Fotocopy mengisahkan cerita yang
mengutamakan pada alur cerita dan hubungannya dengan pembaca.
2. Analisis
menggunakan teori semiotika lebih pantas diterapkan pada cerkak yang berjudul
Lelakon Jroning Impen, karena dalam cerkak Lelakon Jroning Impen digambarkan
banyak tanda-tanda.
3. Sedangkan
cerkak Minggat lebih tepat dianalisis menggunakan teori feminisme, karena
cerkak Minggat mengisahkan tentang kehidupan perempuan.
3.2 SARAN
Setelah menganalisis cerkak yang telah menjadi tugas
Ujian Akhir mata kuliah Teori Sastra, maka kami menyarankan :
1. Pilihlah
cerkak yang sesuai dengan teori yang akan digunakan untuk menganalisis agar
mudah dalam menganalisis cerkak.
2. Ketika
menganalisis maka jelaskanlah secara objektif sesuai dengan isi dalam cerkak.
3. Analisislah
cerkak dengan teliti dan secara runtut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kutha
Ratna, Nyoman.2004.Teori, Metode, dan Teknik Penelitian
Sastra.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
2. Teeuw.1988.Sastra
dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra.Leiden:Pustaka Jaya Grimukti Pusaka.
3. Penjebar
Semangat 2009
4. Penjebar
Semangat 2010
5. Penjebar
Semangat 2014