Selasa, 15 Desember 2015

Analisis cerkak



 
ANALISIS CERKAK
MENGGUNAKAN TEORI STRUKTURALSME, SEMIOTIKA DAN FEMINISME
Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Mata Kuliah Teori Sastra

Disusun Oleh:
Susilawati       2601414010
Rombel 1








JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari kita pastilah berhubungan dengan bahasa karena tanpa bahasa maka kita tidak dapat berkomunikasi. Dalam berbahasa pun tentunya memerlukan teori karena tanpa teori maka bahasa yang digunakan tidakk dapat dipahami. Begitu pun dengan mahasiswa yang mengampu jurusan bahasa memerlukan teori-teori tentang bahasa guna memperdalam pengetahuan tentang bahasa dan menyesuaikan dengan kurikulum perkuliahan. Bagi mahasiswa yang mengampu jurusan bahasa pastinya banyak mempelajari karya sastra yang memerlukan kajian menggunakan teori sastra.
Bagi mahasiswa yang berjurusan bahasa, terutama bahasa Jawa memerlukan karya sastra yeng menggunakan bahasa Jawa, sesuai dengan jurusan yang diampu. Dalam mempelajari karya sastra perlu dikaji isi karya sastra tersebut menggunakan teori agar mahasiswa tidak hanya mengetahui karya sastra tanpa mengetahui asal-usulnya.
Sebagai mahasiswa jurusan bahasa Jawa yang akan menempuh akhir semester maka perlu diberi tugas sebagai pengujian sejauh mana mahasiswa dapat menangkap materi yang disampaikan olehdosen pengampu mata kuliah, khususnya dalam hal ini mata kuliah teori sastra. Untuk memenuhi tugas ujian akhir semester maka mahasiswa diberi tugas berupa menganalisis cerkak bahasa Jawa menggunakan teori strukturalisme, semiotika, dan feminisme guna mengukur sejauh mana pengetahuan siswa tentang penerapan teori strukturalisme, Semiotika, dan feminisme dalam hubungannya dengan cerkak dan kehidupan sehari-hari.


1.2  RUMUSAN MASALAH
1.2.1        Bagaimana analisis cerkak Kenya Fotocopy menggunakan teori struktualisme?
1.2.2        Bagaimana analisis cerkak Lelakon Jroning Impen menggukan teori semiotika?
1.2.3        Bagaimana analisis cerkak Minggat dengan menggunakan teori feminisme?









1.3  LANDASAN TEORI
1.3.1        TEORI SEMIOTIK
Secara definitif, menurut Paul Cobley dan Litza Janz (2002:4) semiotika berasal dari kata seme, bhasa Yunani, yang berarti penafsir tanda. Literatur lain menjelaskan bahwa semiotika berasal dari kata semeion, yang berarti tanda. Dalam pengertian yang lebih luas, sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya, apa manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Dalam Cours de linguistique Generale yang diterbitka oleh murid-murid De Saussure (1916) setelah De Saussure meninggal, diuraikan panjang lebar bahwa bahasa adalah system tanda; dan tanda merupakan kesatuan antara dua aspek yang tak terpisahkan satu sama lain : significant (penanda) dan signifie (petanda). Signifiant adalah aspek formal atau bunyi pada tanda itu, padahal signifie adalah aspek kemaknaan atau konseptual. Tetapi significant tidak identik bunyi dan signifie bukanlah denotatum, jadi hal atau benda dalam kenyataan yang diacu oleh tanda itu. Secara konkrit tanda burung tidak sama dengan bunyi fisik dan tidak pula dengan binatang dalam kenyataan. Dapat dikatakan bahwa aspek tandanya dilaksanakan lewat bentuk bunyi fisik, sedangkan sebagai tanda kata burung dapat dipakai untuk mengacu pada sesuatu dalam kenyataan. Tanda memang terdiri dari aspek formal dan konseptual yang merupakan dwitunggal, tetapi kedua aspek itu mempunyai status mandiri terhadap bunyi nyata dan benda atau gejala dalam kenyataan. Fungsinya sebagai tanda berdasarkan dalam kovensi sosial.
1.3.2    TEORI FEMINISME
Nancy F. Cott, sebagaimana dikutip dari judul skripsi  Purwaningtyas Permata Sari menyebutkan bahwa feminisme mengandung tiga komponen penting:
Pertama, suatu keyakinan bahwa tidak ada perbedaan hak berdasarkan seks (sex equality), yakni menentang adanya posisi hierarkis di antara jenis kelamin. Persamaan bukan hanya kauntitas, tetapi mencakup kualitas. Posisi relasi hierarkis menghasilkan posisi superior dan inferior. Di sini terjadi kontrol dari kelompok superior terhadap inferior.
Kedua, suatu pengakuan bahwa dalam masyarakat telah terjadi konstruksi sosial yang merugiakn perempuan. Relasi laki-laki dan perempuan yang ada sekarang merupakan hasil konstruksi sosial, bukan ditentukan oleh nurture (kodrat ilahi)
Ketiga, Berkaitan dengan komponen kedua, yakni adanya identitas peran gender. Feminisme menggugat perbedaan yan gmencampuradukkan seks dan gender, sehingga perempuan dijadikan kelompok tersendiri dalam masyarakat.





1.3.3        TEORI STRUKTURALISME
Menurut Abrams ( Semi, 1985 : 13 ) teori struktural adalah bentuk pendekatan yang objektif karena pandangan atau pendekatan ini memandang karya sastra sebagai suatu yang mandiri. Ia harus dilihat sebagai objek yang berdiri sendiri, yang memiliki dunia sendiri, oleh sebab itu kritik yang dilakukan atas suatu karya sastra merupakan kajian intrinsik semata. Teori struktural memandang teks sastra sebagai satu struktur dan antarunsurnya merupakan satu kesatuan yang utuh, terdiri dari unsur-unsur yang saling terkait, yang membangun satu kesatuan yang lengkap dan bermakna. Abrams menambahkan bahwa suatu karya sastra menurut kaum strukturalisme merupakan suatu totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di suatu pihak struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagiannya yang menjadi komponennya secara bersama-sama membentuk kebulatan yang indah ( Sumiwati, 1997 : 7 ). Sependapat dengan hal itu Teeuw mengungkapkan bahwa bagaimanapun analisis struktural merupakan tugas prioritas bagi seorang peneliti sastra sebelum dia melangkah kepada hal-hal lain.
















BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Analisis Cerkak “Kenya Fotocopy” karya Suryadi Ws Menggunakan Teori Strukturalisme
1.      Tema : Percintaan
2.      Tokoh dan Penokohan :
1. Aku, memilki watak mudah jatuh cinta, yaitu saat tokoh aku jatuh cinta pada Yanti karena sering sekli berjumpa dengan Yanti saat akan fotocopy, yang mana terdapat pada kutipan: Kandhane wong kuna : “witing tresna jalaran saka kulina” ngono kae jebul cocog. Comtone, srawungku karo Yanti sing nunggu fotocopy ing Trucuk. Apese saminggu sapisan aku foto copy mrono. Ora krasa jebul atiku thukul rasa piye ngono. Cocog tenan : “witing tresna jalaran saka kulina”, condhonging ati jalaran kerep fotocopy. Tokoh Aku juga memiliki watak tidak percaya diri, yaitu ketika ragu apakahYanti akan menerimanya dengan wajahnya yang tidak tampan, terdapat pada kuipan : weruh wayngku ing jero kaca, aku dadi ragu-ragu dhewe. Dak sawang-sawang, dhapurku ki jebul elek banget. Mangka sing jeneng Yanti si kenya fotocopy iku ayune jan uleng-ulengan. Wong elek kaya aku ngene iki apa bakal ditanggapi?. Setelah sempat tidak percaya diri, tokoh aku pun akhirnya percaya diri bahwa bisa saja Yanti akan menerimanya, terdapat pada kutipan: nanging jare wong kuna maneh : tresna iku ora kena kinira-kira. Sapa ngira yen Ken Dedes kasmaran marang tukang kebon aran Ken Arok? Sapa ngira yen Dewi Sampur putrane Sultan Demak kepencut bocah saka desa aran Jaka Tingkir? Dadi: sapa ngerti yen Yanti sing ayune telung desa iku gelem nimbangi tresnaku, nadyan dhapurku pating jlempah kaya keren pecah. Kalah cacak menang cacak dak cobane. Tokoh aku juga berpegang teguh pada keyakinan, mudah percaya, seperti sikapnya yang mempercayai doa temannya untuk meyebut nama sang pujaan hati secara terus menerus agar apa yang ia incar akan didapatkannya. Ini terdapat pada kutipan : aku tau dikandhani kancaku sekolah biyen, donga cinta iku mayar, mung nyebut jenenge bola-bali. Dadi sajrone mlaku menyang tokone aku tansah muni ndremimil : Yanti!Yanti!Yanti!..... ketika sampai di toko Yanti, tokoh aku gerogi untuk berbicara pada Yanti, terdapat pada kutipan : tekan tokone Yanti, dumadakan wae lambeku dadi kaku kaya lambe reca kayu. Dak gramangi lambeku, tetep kaya adate, empuk. Ning rasane kok kaya lambe kayu, diobahake angel. Tokoh aku merupakan orang yang suka melebih-lebihkan tentang sesuatu yang disukainya, yaitu terdapat pada kutipan : dheweke ora guneman apa-apa, mng manthuk karo mesem ngujiwat. Adhuh ayune, jam kaya Nyai Rara Kidul tenan. Atiku dadi mamang, maju mundur, sida ngomong apa ora ya?. Tokoh aku juga memeiliki watak ramah, dengan cara mengajak Yanti untuk pergi ke pasar malam, yaitu terdapat pada kutipan percakapan :
“ Dhik Yanti, apa wis tau dolan nyang pasar malem Sawalan ing Jimbung?”
“Durung ki, Mas. Ana apa ta?”
“Suk bar riyaya dolan mrana gelem ora?” takonku dk wanek-wanekake.
“Karo sapa?” takone kanthi swara renyah.
“karo aku” jawabku.                       
Tokoh aku juga memiliki watak sebagai orang yang tertib, digambarkan dengan sikapnya yang memarkirkan motornya di tempat parkir ketika telah sampai  Jimbung, terdapat pada kutipan : Tekan Jimbung, sepeda motor dak titipake, nuli aku wiwit nggoleki dhik Yanti ing sakiwa tengene sendhang bulus. Setelah memarkirkan motornya, tokoh aku kemudian mencari dan menanti Yanti, inilah watak tokoh sebagai orang yang sabar, terdapat pada kutipan : lingak-linguk mrana mrene kok ora ketemu. Mbok menawa saking akehe uwong sing padha arep nonton bulus, mawur uleng-ulengan ora karuwan, dadi angel olehku nitik. Kliter mrana mrene nganti sauntara, meksa ora ketemu. Apa durung tekan kono? Becike aku malah mandheg wae, ora mrider mrana mrana mundhak malah ketlisiben. Aku lungguh ing pinggir watu gedhe, nyawang wong-wong sing padha liwat arep nyaketi sendang.  Tokoh aku juga merupakan tokoh yang suka memuji, apalagi masalah kecantikan yang dimiliki oleh Yanti. Tokoh aku memuji kecantikan Yanti terdapat pada kutipan :
sawise sauntara ngenteni ing kono, tetela tenan. Dhik Yanti liwat. Wah-wah-wah, olehe dandan jaan yahud tenan. Angel olehku arep ngandhakake. Tokoh aku juga memiliki watak ceroboh, yaitu terlihat ketika melihat kembaran Yanti, dia langsung menarik tangannya tanpa tahu itu Yanti atau bukan, terdapat pada kutipan :
Ora sranta aku menyat saka lungguhku, njrantal nututi karo nyeluk :
“Dhik Yanti! Dhik Yanti!”
Dheweke mandeg. Noleh. Saking bungahe atiku, tangane kiwa dak candhaksemu dak gered, karo omong :
“Dhik, wis suwe banget olehku nunggu, akhire kowe katon. Ayo…”
Lagi tekan semono olehku omong, ora nyadar babar pisan : plak! Plak! Tangane tengen nyampluki pipiku. Ucape wangis kaya mak lampir : “setan kowe ya. Aku ki apamu? Kenal wae ora kok teka-teka nggered tangan. Bajul buntung kowe. Dhemit gundhul kowe!”
Setelah ditampar, tokoh aku langsung pergi karena merasa malu dilihat banyak orang. Ini menggambarkan watak tokoh sebagai orang yang tidak punya nyali, karena sudah berani berbuat tapi tidak mencari keterangan yang benar. Terdapat pada kutipan :
Sakala mak prepet, pandelengku peteng, kaya-kaya srengenge wis wegah nyorotake cahyane kango madhangi bumi, awit kebegan wong-wong culika lan murang tata kaya aku. Wong-wong sing weruh padha pating cekakak nggeguyu aku, sauntara Yanti lunga ninggal aku, arep nonton sendang. Klimrih-klimrih aku lunga saka papan kono, selak isin digeguyu wong akeh. Njukut honda ing titipan. Tokoh aku juga memiliki watak mudah berburuk sangka, bersikap seperti anak kecil, yaitu ketika tidak mau mengangkat telapon dari Yanti karena marah telah ditampar. Watak aku yang mudah berburuk sangka dan seperti anak-anak terdapat pada kutipan :
Let sedhela hape-ku muni. Dak buka jebul saka Dhik Yanti. Arep ngapa/  isih kurang olehe ngunek-unekake terus saiki arep disambung lewat telepon? Oh kebnageten kowe dhik,. Kejem kowe, dhik. Mak lamir kowe, dhik. Aja muni  lewat hape-ku mundhak rusak kena swara sing kejem kuwi. Sakala hape dak tutup. Walaupun telah berburuk sangka pada Yanti tetap saja tokoh aku teringat akan cintnya pada Yanti, inilah watak tokoh sebagai orang yang tidak mudah lupa akan sesuatu yang dicintainya. Terdapat pada kutipan :
Aku trima. Aku nglenggana marang kekuranganku. Nanging nyatane sak wengi aku klisikan ora bisa turu. Mung tansah ketok-ketoken citrane Yanti, saya wengi saya melok-melok ing ngarep mripatku. Tokoh aku merupakan orang yang memiliki watak yang mudaj memaafkan, digambarkan pada saat Yanti meminta menjelaskan semua kejadian yang menimpa tokoh aku, lalu tokoh aku tidak marah lagi. Ini terdapat pada kutipan : “ Mas, sing nyapluki kowe wingi kae iki dudu aku.”
“kok padha persis?” takonku.
“iki fotokopiku, Mas.”
“ iki sedulur kembarku , Mas. Mung gandheng laire dhisik aku kacek sajam, aku sing dianggep tuwa lan iki adhikku. Dheweke wingi kaget nalika kok candhak lan kok gered tangane, sebab rumangsa durung tau kenal.”
Bocah sing teka keri nyaketi aku. Nyekel tanganku ditempelke bathuke, karo ngucap :
“nyuwun ngapura ya Mas, aku ora ngerti yen kowe pacare mbak Yanti.”
“nalika dak celuk Yanti, kok kowe noleh?” takonku.
Sing teka dhisik nggenahake : “aku wong loro iki undangane pancen padha: Yanti: jenengku sing ganep: Yantini. Adhikku iki: Yantinah.”.

2. Tokoh Yantini, memiliki watak ramah, yaiyu tergambarkan saat menyapa tokoh aku ketika tokoh aku datang ke toko Yantini, yaitu terdapat pada kutipan : “ana apa, Mas?” takone Yanti kanthi swarane sing alus. “Arep fotocopy?” Yantini juga memiliki watak yang tahu diri, dengan sikapnya yang tidak memperbolehkan tokoh aku untuk mendatangi rumah Yanti ketika mau berangkat ke pasar malam karena Yantini tidak enak pad atetangganya, takut ada yang berfikiran buruk. Terdapat pada kutipan :
“ Dhik Yanti, apa wis tau dolan nyang pasar malem Sawalan ing Jimbung?”
“durung ki Mas. Ana apa ta?”
“Suk bar riyaya dolan mrana gelem ora?” takonku dak wane-wanekake.
“karo sapa?” takone kanthi swara renyah.
“karo aku” Jawabku
Dheweke sajak mikir-mikir. Njur takon :
“Upama ngajak adhiku, piye?”
“Ya apik, malah gayeng”, wangsulanku.
“dina apa? Jam pira mangkat?”
“suk dina kemis wae, dadi sadurunge kupatan. Mengko dak ampiri menyang omahmu.”
Dhewek gedheg
“Aja ngampiri wae, aku isin karo tangga-tangga. Aku dak mangkat dhewk karo adhiku. Mengko kepethuk ana kana.”
Yantini juga memiliki watak yang bijaksana, dengan kemauannya menjelaskan apa yang terjadi kepada tokoh aku saat ada di pasar malam, tedapat pada kutipan :  Mbok menawa saka kersaning Allah, esuke watara jam wolu aku katekan dhayoh. Bareng dak inguk, jebul dhik Yanti. Arep ngapa bocah iki. Apa arep nutugake ngunek-unekake aku. Weruh aku njedhul saka ngomah, dheweke mesem. Kawetu saka grapyak, tetep karo mesem.
“Ana salah paham, mas, perlu dak jelasake.”

3. Tokoh Yantinah, memilki watak mudah terpancing emosi, yang digambarkan dalam cerita ketika Yantinah menampar tokoh aku saat tokoh aku menggandeng tangan Yantinah secara tiba-tiba. Ini terdapat pada kutipan :
Ora sranta aku menyat saka lungguhku, njrantal nututi karo nyeluk :
“Dhik Yanti! Dhik Yanti!”
Dheweke mandeg. Noleh. Saking bungahe atiku, tangane kiwa dak candhaksemu dak gered, karo omong :
“Dhik, wis suwe banget olehku nunggu, akhire kowe katon. Ayo…”
Lagi tekan semono olehku omong, ora nyadar babar pisan : plak! Plak! Tangane tengen nyampluki pipiku. Ucape wangis kaya mak lampir : “setan kowe ya. Aku ki apamu? Kenal wae ora kok teka-teka nggered tangan. Bajul buntung kowe. Dhemit gundhul kowe!” Namun, Yantinah juga memiliki watak yang baik, yaitu mau meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi antara Yantinah dan tokoh aku. Watak baik Yantinah terdapat pada kutipan :
“nyuwun ngapura ya, Mas, aku ora ngerti yen kowe pacare mbak Yanti.”
3.      Alur
1.      Perkenalan
Perkenalan merupakan bagian yang menceritakan tentang keadaan tokoh, dalam cerkak Kenya Fotocopy, tahap perkenalan terdapat pada kutipan : Weruh wayanganku ing jero kaca, aku dadi ragu-ragu dhewe. Dak sawang-sawang, dhapurku ki jebul elek banget. Mangka sing jeneng Yanti kenya fotocopy iku ayune jan uleng-ulengan.
2.      Konflik
Dalam cerkak Kenya Fotocopy, konflik terdapat pada saat tokoh aku menunggu Yatini di pasar malam, namun ketika tokoh aku menemukan sosok wanita yang seperti Yanti kemudian menarik tangannya ternyata wanita itu malah menampar tokoh aku dan memaki tokoh aku serta mengaku tidak mengenal toko aku. Itu semua membuat tokoh aku merasa sangat malu karena banyak orang yang menertawainya sehingga tokoh aku memutuskan untuk segera pulang saja tanpa bertanya-tanya lagi. Tepatnya peristiwa ini terdapat pada kutipan : Ora sranta aku menyat saka lungguhku, njrantal nututi karo nyeluk :
“Dhik Yanti! Dhik Yanti!”
Dheweke mandeg. Noleh. Saking bungahe atiku, tangane kiwa dak candhaksemu dak gered, karo omong :
“Dhik, wis suwe banget olehku nunggu, akhire kowe katon. Ayo…” Lagi tekan semono olehku omong, ora nyadar babar pisan : plak! Plak! Tangane tengen nyampluki pipiku. Ucape wangis kaya mak lampir : “setan kowe ya. Aku ki apamu? Kenal wae ora kok teka-teka nggered tangan. Bajul buntung kowe. Dhemit gundhul kowe!”
sakala mak prepet, pandelengku peteng, kaya-kaya srengenge wis wegah nyorotake cahyane kango madhangi bumi, awit kebegan wong-wong culika lan murang tata kaya aku. Wong-wong sing weruh padha pating cekakak nggeguyu aku, sauntara Yanti lunga ninggal aku, arep nonton sendang. Klimrih-klimrih aku lunga saka papan kono, selak isin digeguyu wong akeh. Njukut honda ing titipan.
3.      Klimaks
Dalam cerkak Kenya Fotocopy, klimaks terdapat dalam bagian cerita ketika Yanti mendatangi rumah toko aku, hendak menjelaskan kesalah pahaman yang terjadi terdadap tokoh aku dan Yantini. Bagian ini terdapat pada kutipan : Mbok menawa saka kersaning Allah, esuke watara jam wolu aku katekan dhayoh. Bareng dak inguk, jebul dhik Yanti. Arep ngapa bocah iki. Apa arep nutugake ngunek-unekake aku. Weruh aku njedhul saka ngomah, dheweke mesem. Kawetu saka grapyak, tetep karo mesem.
“Ana salah paham, mas, perlu dak jelasake.”       
4.      Setting
Setting yang terdapat pada cerkak Kenya fotocopy yaitu diantaranya:
1.                     Latar Tempat : a. Toko fotocopy ing Trucuk, terdapat pada kutipan : Kandhane wong kuna : Kandhane wong kuna : “witing tresna jalaran saka kulina” ngono kae jebul cocog. Comtone, srawungku karo Yanti sing nunggu fotocopy ing Trucuk. Apese saminggu sapisan aku foto copy mrono. Ora krasa jebul atiku thukul rasa piye ngono. Cocog tenan : “witing tresna jalaran saka kulina”, condhonging ati jalaran kerep fotocopy.
b. ana ngomah, terdapat pada kutipan : Wiwitane jan kikuk tenan olehku arep ngomong. Nganti dak latih ana ngomah ana ngarep kaca penglion.
c. Jimbung, sendhang bulus terdapat pada kutipan : Tekan Jimbung, sepeda motor dak titipake, nuli aku wiwit nggoleki dhik Yanti ing sakiwa tengene sendang bulus.
d. ing pinggir watu gedhe, terdapat pada kutipan : Aku lungguh ing pingir watu gedhe, nyawang wong-wong sing padha liwat arep nyaketi sendhang.
2. Setting waktu
a. Dina kemis esuk, jam wolu, terdapat pada kutipan : nanging akhire dina kemis sing dak anti-anti iku tekan. Kamis esuk jam wolu aku wis dandan mlithit.
                       
5.      . Sudut Pandang
Dalam cerkak Kenya Fotocopy, pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama, karena dalam bercerita, pengarang menggunakan kata “aku” untuk menceritakan kisah tokoh utama. Hal ini terdapat pada kutipan :
Kandhane wong kuna : “witing tresna jalaran saka kulina” ngono kae jebul cocog. Comtone, srawungku karo Yanti sing nunggu fotocopy ing Trucuk. Apese saminggu sapisan aku foto copy mrono. Ora krasa jebul atiku thukul rasa piye ngono. Cocog tenan : “witing tresna jalaran saka kulina”, condhonging ati jalaran kerep fotocopy.
6.      Amanat
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan pengarang terhadap cerkak Kenya Fotocopy yaitu:
-          Janganlah menyerah sebelum mencoba, seperti sikap tokoh aku yang terlebih dahulu tidak yakin untuk menyatakan cinta pada Yantini.
-          Sikap tokoh aku yang berfikir buruk tentang yanti mengajarkan pada kita agar kita jangan berfikir negatif terhadap orang lain sebelum ada keteragan yang pasti agar kita tidak salah sangka sehingga tidak mengakibatkan perpecahan hubungan antara sesama manusia.
7.      Gaya Bahasa
Cerkak yang berjudul Kenya Fotocopy banyak terdapat istilah-istilah, seperti :
1.      Witing tresna jalaran saka kulina, yang berarti cinta tumbuh karena sering bertemu.
2.      Dhapurku, untuk menyebut raut wajah.
3.      Sapa ngira yen Ken Dedes kasmaran marang tukang kebon aran ken arok? Kalimat tersebut sebagai pembanding tokoh aku yang memiki rupa tidak begitu tampan dengan Yanti yang cantik jelita.
4.      Sakala mak prepet, kalimat tersebut digunakan untuk melebih-lebihkan, yaitu pada saat tokoh aku ditampar oleh Yantinah.
5.      Saya wengi saya melok-melok ing arep mripatku, kalimat tersebut digunakan untuk memaksudkan bahwa tokoh aku selalu terbayang-bayang oleh tokoh Yanti.
6.      Sakala jagad malik grembyang, kalimat tersebut digunakan untuk melebih-lebihkan ketika sudah tidak ada kesalah pahaman lagi antara tokoh aku dan tokoh Yanti.


2.2 Analisis cerkak Lelakon Jroning Impen karya Mbah Poerwa menggunakan teori Semiotika
1. langit sing biru resik, yaitu menendakan langit yang cerah, karena ketika langit cerah maka langit berwarna biru. Begitu pun dengan kata ireng peteng, yang menandakan mendung, langit gelap seperti ketika akan turun hujan. Tanda ini terdapat pada kutipan : Langit sing biasane biru resik, wektu iku katon ireng peteng.
2. Sunare bagaskara katutup mendhung angendanu, gulung gumulung kaya dene ombaking samodra kidul. Kutipan ini menandakan saat itu awan di langit bergulung-gulung tebal, mendung hingga matahari tak terlihat.
3. Swarane wong sambat sing ngaruara tansaya nambahi ati kekes lan trenyuh dadi medeni banget. Kutipan ini manggambarkan bahwa ada suara banyak orang yang membuat tokoh merasa takut karena tanda suara-suara yang seru itu.
4. Ora antara suwe ana swara banter banget kaya dene sulinge pabrik tebu, kaya mbedhah-mbedhahna kendhangane kuping. Lewat kutipan ini pengarang menggambarkan ada suara yang sangat keras sehingga disimbolkan dengan kata kaya sulinge pabrik tebu.
5. Kabeh padha jejer thari-tharik sajak ngerti ing pranatan, kaya dene barise murid-muridku sing lagi upacara ing dina senen ngono kae. Arti dari kutipan tersebut adalah semua orang berbaris seperti murid-murid tokoh ketika sedang baris pada upacara di hari senin. Dengan adanya kata muri-muridku, maka kaimat tersebut menandakan bahwa tokoh pada cerita Lelakon Jroning impen merupakan seorang guru.
6. senajan akeh uwong ing sakupengku, nanging rasa wedi tansah nggubel atiku. Kutipan tersebut menandakan bahwa tokoh dalam cerita merasa sangat takut, sang tokoh merupaka seorang penakut, tidak percaya diri.
7. Rasa aneh lan nggumun njalari dhadha iki seseg kaya dibaluhi wau gedhe. Penggunaan watu gedhe pada kutipan tersebut menandakan bahwa sang tokoh sangat merasa aneh, sampai-sampai dilambangkan dengan batu besar.
8. “Gek iki papan apa? Lan nganyapa wong-wong iku padha ngumpul ing kene?”. Kutipan tersebut merupakan pertanyaan tokoh dalam hati, yang menandakan bahwa tokoh merupakan orang yang tidak tahu tentang situasi dan tempat dimana dia berada, tokoh merasa ketakutan. Tokoh bertanya dalam hati karena tidak ada orang yang ia kenal untuk ditanya.
9.  Ing sacedhakku baris ana saweneh wong sing manjila, awake sajak ngemu cahya kang sumunar kaya dene teja. Kutipan tersebut mengandung arti bahwa ada seseorang yag tubuhnya memancarkan cahaya, yang menandakan bahwa orang itu bukanlah manusia biasa, bisa saja pengarang menggunakan pilihan kata itu untuk menggambarkan bahwa oramg yang memancarkan cahaya adalah seorang Malaikat.
10. Lho, yagene panjenengane kok ngerti marang pitakon sing sumimpen ing jroning batinku. Kutipan tersebut berarti sang tokoh heran pada orang yang memancarkan cahaya tadi karena orang itu bisa mengethui apa yang ada di pikiran sang tokoh. Ini semakin menandakan bahwa orang itu adalah orang yang luar biasa.
11. Kringet adhem dleweran nelesi pipi. “Ah,mesthine jenengku katut cinathet ing dhaftar iku, awit aku mbiyen kondhang dadi tukang dhakwah ing ngendi-endi panggonan”. Keringat dingin yang dikeluarkan tokoh aku menandakan bahwa tokoh aku benar-benar merasa sangat takut. Dan perkataan sang tokoh menandakan bahwa tokoh aku adalah seorang yang sombong karena terlalu percaya bahwa namanya juga ada dalam catatan. tokoh aku juga sombong karena mengungkap-ungkap tentang kegiatannya yang suka berdakwah sehingga dia merasa pantas kalau namanya ada dalam catatan.
12. “Kae sing ana ngarep dhewe iku Kanjeng Nabi Muhammad S.A.W di dherekne para putra lan garwa. Ing mburine sumusul para sahabat lan kaluwargane padha lumebu ing suwarga sing kebak kanikmatan. Sedhela maneh bakal sumusul para syuhadak lan kaum muhajirin dalah kaum Anshor munangka pandhereke Kanjeng Nabi Muhammad S.A.W rikala perang karo kaum kafir mbiyen.”. kutipan tersebut menandakan bahwa orang-orang yang beriman dan mengikuti Nabi Muhammad S.A.W adalah orang yang berhak masuk surga dan menerima kenikmatan di akhirat.
13. Dalan iku ciyut banget, tak sawang sak dawane dalan iku ing ngisore ana jurang isi geni sing mangalat-alat medeni. Kutipan tersebut memiliki arti ada jalan yang sangat semit dan di bawahnya terdapat jurang api. Jalan yang sangat sempit itu menandakan jembatan sirothol mustaqim, yaitu jembatan yang ada di akhirat, dimana yang bisa melewatinya maka ia akan masuk surga. Namun jika tidak bisa melewatinya maka akan terjatuh ke jurang api yang ada di bawah jembatan. Pada cerkak Lelakon Jroning Impen, jurang api yang berada di bawah jembatan itu menandakan neraka Jahannam.
14. Saiki minangka dina kebangkitane kabeh umat kanggo ngundhuh wohing panggawe nalikane urip ing alam donya mbiyen. Kata ngundhuh wohing panggawe berarti akan menerima balasa atas segala perbuatan yang telah dilakukan di dunia.
15. “Ah, ora! Imanku marang keagungane Gusti Allah wis tak ugemi lan dak lakoni wiwit aku cilik biyen. Sakabehing tumindakku mawa paugeran kawruh agamane Gusti Allah. Mokal yen ta aku bakal kasangsaya kecemplung jurange neraka.”. dari kutipan tersebut, penulis menggunakan kata-kata yang menggambarkan bahwa tokoh aku pada cerkak Lelakon Jroning Impen itu adalah sosok orang yang sombong, karena dapat dilhat dari caranya berkata-kata yang digambarkan dengan tanda baca “!” yang berarti tegas dan kalimat yang dipakai adalah klimat yang menggambarkankesombongan tokoh yang mengungkit tentang amal ibadahnya yang pernah ia lakukan di dunia sehingga ia merasa bahwa ia tidak mungkin masuk neraka.
16. Dalam cerkak Lakon Jroning Impen, pengarang menggunakan kitab suci Al-Qur’an pada bagian cerita, yang berarti melambangkan bahwa cerkak Lakon Jroning Impen mengisahkan kehidupan orang yang beragama islam.
17. “Dhuh Gusti, kula nyuwun aksama. Muga kula tinimbalana mlebet ing suwarga penjenengan”. Kutipan tersebut merupakan ucapan tokoh yang meminta pada Tuhan untuk memasukannya pada Surga, dari pilihan kata yang digunakan pada kalimat tersbut menandakan bahwa tokoh sedang meminta dengan sangat dalam agar ia masuk surga.
18. Ati sing maune goreh wiwit anteng lan nyicil ayem, jalaran eling marang janjine Gusti Allah, yen ta panjenengane bakal paring nugraha wujud suwarga marang umate sing tansah ngestokakae dhawuhe, lan paring siksa wujud neraka marang umate sing kiyanan marang penjenengane. Kutipan tersebut menandakan sifat Allah Yang Maha adil, membalas sikap baik dengan balasan yang baik pula, dan membalas keburuka dengan balasan yang setimpal dengan keburukan yang telah diperbuat.
19. Mulane menyang mesjid aku ya sregep, shodaqoh ya gelem, ing kantor ya ora nate korupsi. Dari kalimat tersebut terdapat dua kemungkinan tanda. Yang pertama adalah bahwa si tokoh merupakan orang yang taat pada agama, kemungkinan yang kedua yaitu bahwa si tokoh merupakan orsng yang sombong, karena selalu mengungkit-ungkit perbuatan baiknya, dalam kalimat tersebut pengarang menggunakan kata-kata yang mengandung makna sesuai dengan sifat sombong sang tokoh.
20. “Subhanallah”. Kutipan percakapan tersebut menandakan bahwa tokoh merupakan orang yang taat, selalu mengingat Allah S.W.T.
21. Dalam cerkak Lelakon Jroning Impen, pengarang menggunakan istilah yatim piatu, yaitu menandakan bahwa seseorang yang sudah tidak memiliki Ayah dan Ibu, orang tua mereka telah meninggal dunia.
22. “Apa sliramu ora kelingan yen ta bocah-bocah mau isih suci ati lan pikirane.” Kutipan tersebut menandakan bahwa anak-anak kecil yang pikirannya masih suci dan bersih merupakan anak-anak yang masih polos, belum tahu apa-apa.
23. Apa sliramu ora kelingan yen ta bocah-bocah mau isih suci ati lan pikirane.  Senajan ora nate mbok gape nalika wira-wiri ing ngarep omahmu, nanging nalika kok jaluki tulung reresik omahmu dheweke ora suwala. Tanpa njaluk opah lan alembana, padha lila lan legawa nandangi prentahmu. Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengarang menandakan anak-anak itu adalah anak yang baik hati karena selalu menurut ketika diberi perintah tanpa meminta imbalan.
24. Nanging nalika sliramu duwe panganan turah-turah malah mbok guwang, ora eling marang bocah-bocah mau. Nalikane olih rejeki ethok-ethok lali, ora nate mbok santuni. Malalui kutipan tersebut, pengarang menggambarkan sifat tokoh yang kikir, dengan mengungkit bahwa tokoh aku tidak pernah menyantuni anak-anak yatim. Sikap itu menandakan bahwa tokoh aku merupakan orang yang kikir, selalu ingin menikmati hartanya sendiri, tanpa mau berbagi pada orang lain, walaupun pada anak-anak yang seringkali mambantunya tanpa meminta imbalan. 
25. Kepara malah kok undamana nalika ing tengah wengi nangis kelara-lara merga wetenge ngelih keluwen. Melalui kalimat tersebut yang ada pada cerkak Lakon Jroning Impen, pengarang menggambarkan kehidupan orang miskin, yang mau makan pun susah, tidak mampu untuk membeli makanan. Dengan itu, pengarang memberi tanda tentang kehidupan oarang miskin, yaitu makan pun susah.
26. Pengarang dalam cerkak Lakon Jroning Impen menggunakan kalimat loro setengah persene gajimu iku kudune kanggo bocah-bocah mau sebagai simbol zakat yang harus diberikan oleh tokoh aku.
27. Dhuh Gusti kula nyuwun gunging pangaksami. Dari kalimat tersebut pengarang menandakan bahwa tokoh aku meminta ampunan yang tulus pada Allah. Dalam meminta ampunan, pengarang menggunakan kata gunging pangaksami sehingga cukup menandakan bahwa sang tokoh benar-benar meminta ampun pada Allah SWT.
28. Yagene aku ora duwe pangerten lan welas marang umat kang lagi nandhang papa kaya bocah-bocah iku. Wusana saiki dadi pepalang anggonku antri ngrantu munggah suwarga, aku nggetuni tumindak sing kawuri, senajan mengkono iku ora ana gunane. Dengan kata-kata pada kutipan tersebut, pengarang menandakan bahwa tokoh aku menyadari dan menyesali semua perbuatannya.
29. Dalam cerkak Lakon Jroning Impen, sang pengarang menggunakan tukang bakso sebagai tanda orang yang kurang mampu.
30. Gumunku ora jamak ing atase mung tukang bakso ideran kok katut dhaftar antrian mlebu suwarga dhisik. Kutipan tersebut merupakan kata-kata yang diucapkan oleh tokoh aku. Melalui kalimat tersebut pengarang menandakan bahwa sang tokoh merupakan orang yang suka merendahkan orang lain.
31. Pak No iki kayane bakulan bakso sing separo dipangan kanggo kaluwargane, dene sing separo maneh dikirimke wong tuwane lan adhine ing Desa kanggo ragad sekolahe. Kutipan tersebut merupakan kalimat yang dikatakan oleh seseorang yang memancarkan cahaya kepada sang tokoh. Pengarang menandakan sikap Pak No merupakan sikap yang bijak, dan juga mennadakan bahwa Pak No merupakan anak yang berbakti kepada orang tuanya karena masih mau membantu orang tuanya dan adiknya.
32. Pengarang menggunakan istilah getih lan daginge saka olehe nyusu ibune untuk mengistilahkan bahwa seorang ibu merupakan orang yang sangat baik, mampu membesarka anaknnya melalui asi yang dulu diberikan, dan perjuangan tulus untuk menyusui anaknya.
33. Mulane Pak No banjur niyat males kabecikane wong tuwa kanthi eklas ngirimi dhuwit olehe dodolan bakso. Seje karo sliramu, dadi guru SD oleh kaya, sing akeh mung dipangan dhewe. Karuwetane wong tuwa ora dibantu, apa maneh wong liya. Mula ya wis trep yen Pak No luwih dhisik tinimbalan mlebu korine suwarga. Melalui perkataan seseorang yang memancarkan cahaya pada cerkak Lakon Jroning Impen, pengarang membandingkan perilaku orang yang baik hati dan berbakti pada orang tua dan perilaku orang yang kikir dan tidak berbakti pada orang tua, dimana pengarang menandakan Pak No sebagai tukang bakso yang tentunya keadaan ekonominya pas-pasan selalu berbakti pada orang tua selalu mengirimi uang untuk orang tuanya dan juga baik hati, suka memberi pada orang lain, sedangkan tanda orang yang kikir dan tidak berbakti pada orang tua digambarkan melalui perilaku tokoh  aku yang sebagai orang kaya namun tidak pernah mengirimi uang pada orang tuanya dan tidak pernah mau memberi pada orang lain. Melalui kutipan tersebut juga pengarang menggambarkan bahwa orang yang baik hati maka akan terlebih dahulu masuk surga, namun bagi orang yang kikir maka akan berada di posisi paling belakang untuk masuk surga.
34. Atiku kaya semplah nggetuni lelakon sing kawuri. Pengarang menggunakan kata semplah untuk melambangkan bahwa tokoh aku benar-benar sangat merasa menyesal atas perbuatannya di masa lalu.
35. Pengarang menyebut Gusti Allah dalam cerkak Lakon Jroning Impen untuk menandakan bahwa cerkak Lakon Jroning Impen merupakan cerkak yang mengisahkan tentang orang islam, karena umat islam menyebut Tuhan dengan Gusti Allah.
36. Pengarang menggunakan kata Astaghfirullah yang merupakan bahasa arab dan mengandung arti memohon ampun untuk melambangkan bahwa tokoh aku menyesali perbuatannya selama hidup di dunia.
37. Dalam cerkak Lakon Jroning Impen, pengarang menggunakan istilah kaya buta lagi nesu sebagai tanda bahwa tokoh aku sedang marah, tidak terima melihat orang lain lebih dulu masuk surga.
38. Pengarang menggunakan istilah wayang laka gapite untuk melambangkan tokoh aku yang saat itu mendadak lemas karena tidak menyangka akan kenyataan bahwa Titin dan Suaminya terlebih dulu masuk surga.
39. Rasa yakin menawa jenengku ana ing dhaftar iku wiwit ragu-ragu. Geneya kok aku ora enggal tinimbalan? Geneya mungguh amal lan ngibadahku sasuwene iku?. Melalui kutipan tersebut, pengarang bermaksud menandakan sikap tokoh aku yang sudah tidak sabar ingin cepat dipanggil untuk masuk ke surga, dan juga menggambarkan bahwa tokoh aku merasa kecewa karena tidak kunjung dipanggil padahal dia sudah banyak beribadah selama hidupnya.
40. Dhuh Gusti kula nyuwun palilah badhe ndherek mlebet suwarga penjenengan. Melalui kalimat tersebut, pengarang menggambarkan bahwa tokoh aku sangat memohon kepada Allah supaya tokoh aku bisa masuk ke surga.
41. Sliramu aja meri karo wong-wong iku. Kalimat tersebut merupakan ucapan orang yang tubuhnya memancarkan cahaya kepada tokoh aku untuk menasehati. Melalui kalimat tersebut pengarang menandakan bahwa orang tersebut adalah orang yang bijak, mau menasehati orang lain agar tidak bersikap iri dan dengki pada orang lain.
42. Bu Endah lan Titin iku sethithik omonge nanging luwih akeh nindakake apa sing dadi inti sarine dhakwahmu. Balik sliramu akeh ngomonge senajan ngandhut piwulang, nanging ora mbok tindakake. Dalam kutipan tersebut pengarang membandingkan sikap orang yang patuh dan orang yang tidak patuh, dimana orang yang patuh yaitu Bu Endah dan Titin yang selalu mengerjakan perintah dalam dakwah yang disampaikan oleh tokoh aku, sedamgkan tokoh aku yang selalu berdakwah namun tidak mengerjakan perintah dalam dakwahnya sendiri.
43. Pengarang menggunakan istilah timbangan sebagai ukuran banyaknya amal perbuatan manusia yang diperbuat selama hidupnya.
44. Pengarang menggunakan kata riyak sebagai simbol orang yang suka pemer, dimana dalam cerkak Lakon Jroning Impen dijelaskan bahwa orang yang suka pamer adalah tokoh aku.
45. Ing netrane Gusti Allah sliramu ora luwih apik tinimbang murid lan santrimu. Melalui kalimat tersebut dapat diketahui bahwa tokoh aku adalah seorang Kyai, karena dalam kalimat tersebut pengarang menyebutkan santri.
46. Amal lan ngibadahmu ngemu surasa ‘riyak’ sing dadi pantangane iman marang Gusti Allah. Kata pantangane menandakan bahwa Allah SWT tidak mau menerima orang yang suka pamer.
47. Ukara ing pungkasan iku mau kaya dene gada wesi kuning sing nunjem ing dhadhaku. Kata gada wesi kuning menandakan bahwa tokoh aku sangat merasa sakit hati ketika mendengar kata terakhir yang disampaikan oleh orang yeng memancarkan cahaya itu.
48. Nanging pribadimu ora asor, katitik saka sikapmu yen dhong ana tukang ngamen teka, lawange omahmu enggal kok tutup. Yen ta ana wong ngemis teka ora nate mbok wenehi dhuwit apa dene panganan, kepara mbok sesorahi lan menthela ngusir senajan mung nganggo saklimah tembung “maklume” alias “maaf”. Pada kuipan tersebut digambarkan bahwa tokoh aku merupakan orang yang kikir karena selalu mengusir pengamen atau pengemis yang datang ke rumahnya, tidak malah memberi sumbangan. Dalam mengusir pengemis, tokoh aku menggunakan kata maaf, yang secara tidak langsung menandakan untuk mengusir pengemis dan pengamen yang datang ke rumahnya.
49. Allah!,Allah!,Allah!. Pada kutipan tersebut pengarang menggunakan tanda baca “!” untuk menandakan bahwa tokoh aku mengucapkan kata Allah dengan nada yang keras, karena tersadar akan perbuatannya selama hidup setelah disindir oleh orang yang bisa mengeluarkan cahaya pada tubuhnya.
50. Mas, tangi! Hey mas, tangi mas! Ngimpi ya?. Kutipan tersebut merupakan ucapan istri dari tokoh aku yang dimaksudkan untuk meminta suaminya bangun. Untuk memperjelas bahwa ucapan san istri dari tokoh aku itu adalah ucapan perintah, maka pengarang menggunakan tanda baca “!”.




2.3 Analisis cerkak Minggat karya Endang Ts dengan menggunakan Teori Feminisme
merupakan teori yang menjelaskan tentang persaaam hak antara laki-laki dan perempuan Feminisme, dalam cerkak Minggat karya Endang TS memiliki unsur-unsur feminis, yaitu diantaranya :
1.      Dilihat dari pengarangnya saja cerkak Minggat sudah mencerminkan feminisme, yaitu cerkak Mingat dikarang oleh seorang perempuan, Endang TS.
2.      Priyayi sepuh sak ora-orane sak yuswane ibuku yen mireng tembung kaya ngonoiku, mbok menawa gawe ati kekes. Maksud dari kutipan tersebut adalah bahwa hati seorang perempuan adalah sangat lembut, mudah tersentuh, mudah pula menangis.
3.      Jare Marita, kanca kuliyahku, sing omong kaya ngono mau wonge lagi stress, merga cara mikir kaya mengkono iku kudu cara mikire wanita tama. Kutipan tersebut membahas tentang tata cara bicara seorang perempuan, sehingga berhubungan dengan feminisme.
4.      Ora mung Marita sing omong kaya ngono iku. Mbak Win, nalika dicritani malah mbenerake omongane Marita. Ngomonge sansaya ndadra. Ora fokus karo temane. Neng weteng marai mules. Menurut bagian tersebut yang ada pada cerkak Minggat menjelaskan tentang kebiasaan perempuan yang sering kali suka bercakap-cakap atai bergunjing dengan sesama perempuan.
5.      “kowe iku mbesuk pengen neng suwarga apa neraka?” pitakone mbak Win karo nglempiti popoke Saskia. “Kurange apa ta Dhik Bram iku? Ngganteng oleh, sugih oleh, pinter uga oleh. Sing mbok goleki iki priya sing kaya apa? Sing kepriye? Eling, ing donya ora ana wong kang sampurna. Wis saiki baliya. Mesakake Dhik Bram yen nyipati kowe ora neng omah.”. mbak Win dalam kutipan tersebut menggambarkan sosok wanita yang baik, sangat mempertimbangkan dengan bijak mengenai sikap wanita yang harus patuh pada suaminya. Aktivitas Mbak Win yang sedang melipat popok milik Saskia anaknya merupakan kagiatan yang sudah menjadi kebiasaan seorang Ibu. Mbak Win dalam kutipan tersebut juga menggambarkan sikap perempuan yang bijak, mau menasehati adiknya agar bersikap baik pada suaminya.
6.      “Mbak Win ngusir aku?”. Kata tokoh aku tersebut menjelaskan bahwa seorang perempuan adalah sosok manusia yang mudah tersingung, terkena sedikit omongan saja langsung tersinggung.
7.      “Kok ngusir iku ora. Aku mung ora kepengin kowe dadi wadon kang duraka….”. kata Mbak Win tersebut menggambarkan sikap wanita yang memperhatikan sesama wanita agar tidak terjerumus pada sikap yang salah.
8.      Bla..bla..bla…! ah, bosen! Ora bapak, ora ibu, ora mbak yu ipe, kabeh padha ceramah. Isine padha. Ngandhani aku. Kok kaya tumindake iku wis bener-benera dhewe. Pengarang menggambarkan tokoh aku sebagai perempuan yang keras kepala, tidak menurut pada orang tua, bersikap semaunya sendiri.
9.      Sak crewet-crewete Mbak Win, isih tetep mbelani aku. Denagan kutipan ini pengarang memiliki maksud untuk meggambarkan seorang perempuan memang membutuhkan orang yang mau selalu mendukungnya.
10.  Aku emoh yen sirah iki kena tempilingane Bapak kaya wingi. Mung merga lunga tanpa pamit. Tekan saiki, larane ora bisa ilang. Tempilingane Bapak dadi tatu neng jero atiku. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa seorang perempuan diperlakukan kasar, padahal perempuan tidak sepantasnya diperlakukan kasar, perempuan harusnya disayangi, dikasihi dengan lembut, buka malah diberi perlakuan kasar. Sikap keras yang dilakukan pada perempuan juga akan menjadi ingatan yang selalu diingat, sakitnya pu sampai ke hati yang paling dalam, hingga terasa sakit sekali. Itulah ciri khas perempuan yang sulit move on.
11.  Perempuan merupakan makhluk yang sensitif, ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut yang membuktikan bahwa perempuan sensitif, mudah mengira-ngira hal yang buruk : Sak suwene aku omah-omah kero mas Bramantya prasasat aku sing salah. Kabeh sing elek tumiba ing aku. Kabeh padha ngalembana mas Bram. Sapa ngira yen mas Bram iki serigala berbulu domba.
12.  Perempuan adalah makhluk pemalu, suka menyimpan perasaan dan mudah untuk melakukan dendam pada orang yang telah mengecewakannya. Maka dalam cerkak Minggat pengarang menggambarkan sikap itu dalam kutipan : Anggonku serik mati karo mas Bram, ana alesane. Mbiyen nalika aku isih kelas 2 SMA, tresnaku ditulak mentah-mentah. Jare aku dudu wanita tipene. Dheweke mung bisa tresna karo wanita sing mandhiri, hebat, ora aleman kaya aku. Ngomonge ing ngarepe kanca-kancaku. Jan… kurang ajar tenan kok wong siji iki! Rak ya aku isin ta.
13.  Dalam cerkak Minggat, pengarang mengungkapkan bahwa perempuan yang cantik, mandiri adalah pilihan laki-laki.
14.  Dalam cerkak Minggat, tokoh aku mengalami paksaan untuk menikah, tidak diperkenankan untuk memilih laki-laki pilihannya. Ini terdapat pada kutipan : Aku wis bola-bali matur marang wong tuwaku, yen aku ora tresna karo mas Bram. Aku wis duwe calom dhewe sing mengkone mesthi bisa mulyakake awakku. Nanging aturku ora digubris. Keputusane tetep. Aku kudu ijab karo mas Bramantyo sewulan sak wise aku ditembung. Pancen jengkel kok! Tresna kok dipeksa. Yen aku nganti minggat, sing salah sapa?!. Dalam kutipan tersebut juga tokoh aku ingin bertekad untuk pergi karena tidak trima jika harus dipaksa, tokoh aku sebagai perempuan yang ingin bertindak sesuai kehendaknya dan haknya, tidak ingin menjadi perempuan yang selalu dalam paksaan.
15.  Perempuan merupakan seseorang yang selalu memiliki nasihat baik untuk saudaranya demi kebahagiaan saudaranya sebagai sesama perempuan. Hal ini terdapat pada kutipan cerkak Minggat : “Sekar..” cluluke mbak Win karo nyedhaki aku. “Kae dhik Bram teka maneh. Jare wis janjian karo mas Wisnu yen arep mancing. Iki rak meh Mahrib ta? Lan maneh, Mas Wisnu kondure lagi sesuk. Coba dinalar…”
“Dinalar sing kepriye maning mbak?”
“Ya dinalar kanthi ati sing wening. Ora grusa grusu. Ora kelawan ati kang kebak muring…”
“uwis… wis bola-bali. Intine padha. Aku mung kanggo pelarian…”
“Karepku ora kaya ngono iku.”
“Lha sing kepriye maneh? Aku kudu kepriye? Yen tak rasak-rasakake Mbak ki wis ketularan bapak lan ibu. Kabeh padha sepakat arep milara aku.”
Dari kutipan tersebut juga pengarang menjelaskan bahwa seorang perempuan seringkali berburuk sangka pada pasanganya karena itu bukti bahwa seorang perempuan adalah seseorang yang ingin selalu menjadi perempuan satu-satunya yang dicintai, disayangi dan dimiliki oleh pasangannya. Wajar saja ketika seorang perempuan selalu berburuk sangka pada pasangannya. Melalui kutipan tersebut juga menjelaskan bahwa seorang wanita ingin selalu ada yang mendukung, bukan untuk selalau dipojokkan, perempuan ingin selalu ada orang yang mendukung keputusannya.
16.  Cerkak minggat mangandung unsur feminisme lain yaitu ketika mbak Win menasehati Sekar untuk kembali pada Bram, agar Sekar mau mengatakan bahwa Sekar rindu pada Bram supaya Sekar dan Bram bisa kembali lagi berhubungan baik. Pada bagian ini diterangkan bahwa seorang perempuan sulit dimengerti, tapi ingin selalu dimengerti. Ketika terjadi sesuatu, seorang perempuan akan mudah marah dan sulit untuk kembali bersikapp biasa. Ciri perempuan yang seperti ini terdapat pada percakapan yang disampaikan oleh Mbak Win kepada Sekar, yaitu : “ Ah, kowe kuwi! Yen ngomong kok sakepenake dhewe. Waton ngomong wae. Wis.. masalah iki ora sah dibahas. Ngene lho…wis rong dina iki Dhik Bram dolan mrene. Kamangka Mas Wisnu luar kota. Apa kowe ora mikir, yen sak temene Dhik Bram iku arep ngajak bali kowe. Mung ora wani ngomong merga kowe yen dicedhaki mesthi nesune. Karepku, temonana Dhik Bram. Ngomonga uen kowe kangen, kowe arep bali…”
17.  “ apa aku kudu mengorbakan harga diriku kanggo senenge wong liya, yen njero atiku ketula-tula? Apa ya mengkene iki piwulange wong tuwane Mbak Win. Aku emoh Mbak. Aku emoh yen kudu kaya Mbak Win. Apa Mbak Win ora krasa ta yen sak suwene iki disiya-siya Mas Wisnu?”. Kutipanpercakapan yang diucapkan Sekar tersebut menyatakan bahwa seorang perempuantidak mau jika selalu mengorbankan harga dirinya demi kebahagiaan lawan jenis. Perempuan juga ingin merasakan kebebasan dari laki-laki, tidak selalu menjadi pihak yang tersakiti.
18.  “ Mbak Win mbiyen lulusan rak culaude kan?” dari ucapan yang dikatakan Sekar pada cerkak minggat tersebut menggambarkan bahwa seorang perempuan juga memiliki hal untuk mengenyam pendidikan yang tinggi, tidak seperti dahulu saat belum ada emensipasi wanita, hanya laki-laki saja yang boleh menempuh pendidikan, padahal perempuan juga penting untuk memperoleh pendidikan agar perempuan juga bisa berfikir kreatif, sehingga bisa mendidik anaknya kelak dengan baik. Dengan pendidikan juga perempuan bisa menjadi seorang wanita karier, bisa bekerja sehingga bisa membantu suaminya dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga karena seringkali kebutuhan rumah tangga tidak bisa terpenuhi jika hanya mengandalkan penghasilan dari sang suami. Ikutnya perempuan dalam bekerja dan memenuhi kebutuhan rumah tangga merupakan gerakan emansipasi wanita, agar wanita bisa sederajat dengan laki-laki. Dengan bekerja juga seorang perempuanbisa berjaga-jaga agar ketika suatu saat bercerai dengan suaminya, seorang perempuan tidak kaget dan bingung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya karena sudah memiliki penghasilan sendiri, sehingga bisa menjadi perempuan mandiri yang tidak selalu bergantung pada lawan jenisnya.
19.  Asem tenan kok. Apa ya kudu tak jlentrehake. Mengko yen tersinggung njur piye?. Melalui kutipan tersebut terlihat bahwa seorang perempuan tidak akan tega untuk menyinggung perasaan orang lain, apalagi orang yang disayanginya. Perempuan selalu berfikir dua kali ketika akan berkata-kata, takut barangkali menyakiti hati orang lain karena perasaan seorang perempuan itu sangat dalam.
20.  “Mbak, sampeyan iki ayu, pinter, mbiyen wis duwe gaweyan sing mapan. Njur saiki piye kabare?! Kabeh ditinggalake. Saben ndina mung momong lan momong. Apa ora bosen ta? Dina-dina anane mung krungu tangise Saskia.”
“Oh, iku ta! Dadi sak suwe iki iku ta perkara sing ngganjel ing atimu. Wangsulane, ora! Tak wangsuli sapisan engkas, ora! Aku wes seneng. Yen nuruti gaweyan, ora bakalan ana enteke. Lan, pa sing tak tindakake saben dina iku ora mboseni, malah aku seneng. Luwih-luwih yen weruh perkembangane Saskia saben ndinane.”
Melalui kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa Mbak Win adalah seorang perempuan yang hebat. Ia rela mengirbankan pekerjaannya demi melayani keluarganya agar menjadi keluarga yang harmonis. Apa yang dilakukan Mbak Win dalam cerkak minggat adalah perbuatan yang sebagaimana memang kodrat dari seorang wanita yang sejak dari dulu sudah dijalankan, yaitu sebagai wanita tugasnya adalah mengurus anak dan suaminya, tidak sibuk dalam menitih karier, karena semua kebutuhan dalam rumah tangga sudah harus ditanggung oleh suami, entah bagaimana pun caranya. Seorang wanita hanya menunggu di rumah menyambut suami yang membawa penghasilan, namun keberadaan perempuan di rumah juga tentunya memiliki tugas yang berat juga, selain mengurus anak dan suami juga mengurus seluruh pekerjaan rumah dengan baik, sehimgga semuanya seimbang dan akan tercipta keluarga yang bahagia. Apa yang dilakukan Mbak Win dalam cerkak minggat nampaknya berlawanan dengan Sekar yang memandang bahwa apa yang dilakukan Mbak Win adalah suatu yang disayangkan.
21.  “Oh, iku ta! Dadi sak suwene iki perkara iku ta sing ngganjel ing atimu. Wangsulane, ora! Tak wangsuli sapisan engkas, ora! Aku wis seneng. Yen nuruti gaweyan, ora bakal ana enteke. Lan apa sing tak tindakake saben dina iku ora mboseni. Malah aku seneng. Luwih-luwih yen weruh perkembagane Saskia saben dinane.” Percakapan tersebut merupakan percakapan yang dikatakan oleh Mbak Win, sebagai kakak Sekar yang menggambarkan wanita tak perlu mengejar materi sebanyak-banyaknya demi mencapai kebahagiaan, namun dengan merawat, menjaga dan membesarkan anaknya saja bisa membuat perempuan menjadi senang, karena itu adalah tugas dan kodrat  seorang perempuan. Jadi, menurut isi cerkak minggat, walaupun ada gerakan emensipasi, perempuan tidak harus selalu menyibukkan diri untuk menyamakan derajatnya dengan seorang laki-laki, perempuan juga harus tetap menjalankan tugasnya sesuai kodratnya, yaitu mengurus keluarganya sehingga dapat tercipta rumah tangga yang bahagia dan hatmonis.
22.  “Wiwit Saskia mengkurep, ngoceh, rambatan… iku kabeh wis bisa ngilangake rasa bosenku” bacute. “anane mung seneng lan seneng. Mulane sak bisa-bisane aku dhewe sing ngrumat Saskia. Kowe weruh dhewe ta? Kabeh keperluwan Saskia aku sing nandhangi. Lagi ngakon Yu Kami yen bener-bener repot. Iku wae kala-kala. Sing penting landhesan tresna.” Feminisme yang membahas tentang perempuan dijelaska melalui kutipan cerkak minggat tersebut, bahwa seorang perempuan tidak pernah merasa bosan ataupun lelah dalam mengurus anaknya, perempuan ingin selalau menjadi orang satu-satunya yang selalu ada untuk anaknya. Perempuan tidak suka mengandalkan orang lain dalam mengurus anaknya, karena kasih sayang seorang ibu kandung akan berbeda dengan kasih sayang yang diberikan oleh orang lain. Dalam hal ini, perempuan menjadi wanita perkasa. Semua yang dilakukan oleh perempuan adalah ikhlas dilandaskan dengan rasa cinta, maka seorang perempuan merasa inda dalam menjalani hidupnya.
23.   Ee…. Lha dalah… omongane Mbak Win malah ndawa-ndawa. Ora bisa diselani. Wis…ceramah maneh. Dari kutipan tersebut dapat ditangkap meksudnya yaitu ciri seorang perempuan yang selalu berkepanjangan dalam berbicara, jika memiliki unek-unek, pasti akan disampaikan sesuka hatinya, dengan penjelasan yang panjang lebar hingga hatinya merasa lebih tenang dan lega. 
24.  Menurut cerkak minggat, Sekar sebagai seorang perempuan memiliki konflik batin, dia juga ingin merasakan dicintai dan disayangi dengan tulus oleh pasangannya, seperti Mbak Win, yang memiliki keluarga harmonis. Ini menggambarkan feminism, dimana perempuan sngat membutuhkan kelembutan, kasih saying yang tulus, bukan perasaan yang hanya berpura-pura, karena perempuan merupakan makhluk yang mudah sekali menyayangi dengan tulus. Maka ketulusan itu haruslah dibalas dengen ketulusan. Akan sangat merasa sakit jika ketulusan seorang perempuan dibalas dengan kebohongan, Karena perasaan perempuan begitu dalam. Hal ini digambarkan melalui percakapan yang disampaikan oleh Sekar tentang perasaannya dalam kutipan cerkak minggat, yaitu : Cep, klakep. Yen wis krungu kaya ngono iku aku ora bias apa-apa. Rasane kok malah sangsaya ketula-tula wakku iki. Gek kapan ya aku bisa ngrasakake tresna? Piye ya, rasane ditresnani priya sing nate dadi gegantilaning ati? Aku pengin banget kaya Mbak Win ngono iku. Sak ora-orane cara mikire. Kutipan tersebu juga menjelaskan bahwa seorang perempuan selalu ingin memiliki cara berpikir yang baik, seperti perempuan lain yang lebih baik, seperti Sekar yang berkeinginan bisa mempunyai cara berpikir seperti Mbak Win.
25.   “Sekar…aku jejering mbakyu, wis ngandhani kowe. Mengko yen ana apa-apa, aku wis ora kesalahan. Aku emoh mbelani kowe maneh, merga tumindakmu kaya mengkono iku salah. Kowe lunga tanpa pamit iku wis jelas kleru. Kowe kuwi wis anan sing nduweni. Dudu Bapak lan Ibu maneh, nanging Dhik Bramantyo. Mula ten ana apa-apa kudu ngomong dheweke. Elek utawa apike Dhik Bram kudu mbok trima kanthi legawa, merga iku bojomu. Wis kana, Dhik Bram temoni dhisik.”.
Kutipan cerkak minggat tersebut merupakan percakapan yang disampaikan oleh Mbak Win. Maksud Mbak Win adalah menasehati Sekar agar mau menerima Bram. Melalui kutipan tersebut dijelaskan bahwa sebagai sesama perempuan, Mbak Win menasehati Sekar merupakan orang yang bijak, tidak selalu membela perempuan, kerena perempuan itu adil, walaupun sesame perempuan, namun jika salah maka akan dinasehati, bukan untuk disalahkan. Sebagai makhluk yang lembut, perempuan memiliki sejuta kata-kata nasehat. Dari kutipan tersebut mengandung unsur feminisme lain, yaitu ketika serang perempuan telah memiliki suami, maka tanggung jawab keseluruhan bagi seprang perempuan adalah pada suaminya, bukan pada orang tuanya lagi. Perempuan haruslah taat pada suaminya, sebagaimana kodratnya.  Kutipan cerkak tersebut juga menjelaskan tentang aturan yang harus dipatuhi sebagai seorang perempuan, yaitu perempuan harus patuh pada suaminya, ketika hendak bepergian haruslah pamit, karena itu merupakan kewajiban bagi setiap istri pada suaminya.
26.  Mbak Win njur ninggalake aku menyang mburi. Mbok menawa lagi ngawekake the kanggo Mas Bram. Kutipan cerkak minggat tersebut menngambarkan seorang wanita yang menjalankan tugasnya yang sebenarnya, yaitu mengurus bagian dapur, melayani tamu dengan baik karena semua itu memang sudah selayaknya dilakukan oleh perempuan, bukan laki-laki, meskipun terkadang ada laki-laki yang menggantikan tugas istrinya. Itu mungkin hanya karena keadaan yang memaksa.  
27.   Mbak Win, yen wis sanggup bebrayan, apa ya kudu mengkono iku? Apa ya kudu gelem ngurbanake kasenengane pribadi supaya anggone bebrayan sempulur? Iku jane ora masalah kok, angger anggone bebrayan dilandhesi rasa tresna. Lha yen anggone bebrayan merga dipeksa, kepriye coba?! Kepriye anggone nglakoni?. Kutipan tersebut merupakan ungkapan perasaan Sekar yang sedang mengalami konflik batin. Sekar menginginkan keluarga yang bahagia sebagaimanamestinya, tanpa paksaan, Sekar juga mulai menyadari bahwa sebagai perempuan memang seharusnya merelakan kesenangan pribadi demi terciptanya keluarga yang harmonis dan bahagia.


Dari cerkak yang berjudul Minggat banyak sekali hal-hal yang menyangkut tentang perempuan. Cerkak Minggat mengisahkan tentang kehidupan Sekar yang dipaksa menikah dengan Bramantyo oleh orang tuanya. Selama berumah tangga, Sekar tidak bahagia karena Sekar merasa bahwa Bramantyo menikahinya hanya sebagai pelampiasan saja. Berbeda dengan Mbak Win, kakak ipar Sekar yang memiliki keluarga yang harmonis, sehingga membuat Sekar merasa iri.
      Pemaksaan yang dialami Sekar merupakan pelanggaran terhadap hak-hak seorang perempuan, karena perempuan juga ingin menjalani hidunya sesuai dengan keinginannya. Perempuan ingin selalu dikasihi, disayangi dan dicintai dengan tulus, bukan dengan kebohongan dan paksaan.








BAB III
PENUTUP




3.1  KESIMPULAN

Dari analisis yang dianalisis maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Cerkak yang berjudul Kenya Fotocopy lebih tepat dianalisis dengan teori strukturalisme, karena dalam cerkak Kenya Fotocopy mengisahkan cerita yang mengutamakan pada alur cerita dan hubungannya dengan pembaca.
2.      Analisis menggunakan teori semiotika lebih pantas diterapkan pada cerkak yang berjudul Lelakon Jroning Impen, karena dalam cerkak Lelakon Jroning Impen digambarkan banyak tanda-tanda.
3.      Sedangkan cerkak Minggat lebih tepat dianalisis menggunakan teori feminisme, karena cerkak Minggat mengisahkan tentang kehidupan perempuan.

3.2  SARAN
Setelah menganalisis cerkak yang telah menjadi tugas Ujian Akhir mata kuliah Teori Sastra, maka kami menyarankan :
1.      Pilihlah cerkak yang sesuai dengan teori yang akan digunakan untuk menganalisis agar mudah dalam menganalisis cerkak.
2.      Ketika menganalisis maka jelaskanlah secara objektif sesuai dengan isi dalam cerkak.
3.      Analisislah cerkak dengan teliti dan secara runtut.










DAFTAR PUSTAKA
1.      Kutha Ratna, Nyoman.2004.Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
2.      Teeuw.1988.Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra.Leiden:Pustaka Jaya Grimukti Pusaka.
3.      Penjebar Semangat 2009
4.      Penjebar Semangat 2010
5.      Penjebar Semangat 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar